Nostalgia Rio Dewanto dan Chicco Jerikho di Filosofi Kopi

Jum'at, 02 Oktober 2015 | 13:23 WIB
Nostalgia Rio Dewanto dan Chicco Jerikho di Filosofi Kopi
Kedai Filosofi Kopi. (suara.com/Dinda Rachmawati)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Mungkin Anda mengenal "Filosofi Kopi" sebagai novel karya Dewi Lestari atau film dengan judul yang sama. Tapi setelah film yang antara lain dibintangi Rio Dewanto dan Chicco Jerikho ini beredar, nama Filosofi Kopi pun diabadikan menjadi kedai kopi di bilangan Melawai, Jakarta Selatan.

Awalnya kedai ini dibuat untuk keperluan pengambilan gambar film, namun sekarang tempat ini telah menjadi tujuan baru untuk semua orang, dari berbagai kalangan dan umur untuk nongkrong.

"Awalnya gue diajak kolaborasi sama Angga Sasongko dan Handoko Hendroyono (Produser Eksekutif Filosofi Kopi) untuk ngejalanin kedainya. Akhirnya sekarang kita kolaborasi bareng, bareng yang lain juga, yakni istrinya Angga, Anggia Kharisma, Dewi Lestari dan Chicco Jerikho. Jadi kita berenam," cerita Rio Dewanto, salah satu pendiri Filosofi Kopi yang memerankan tokoh Jody dalam film "Filosofi Kopi".

Di film, Filosofi Kopi adalah sebuah kedai kopi yang didirikan barista andal bernama Ben dan sahabatnya, Jody. Sebagai barista, Ben memiliki cara tersendiri untuk menjamu para pelanggannya. Ia selalu menyelipkan secarik kertas berisi filosofi dari kopi yang akan dinikmati pada hari itu.

Kedai kopi ini menjadi latarbelakang tempat untuk beragam adegan dan cerita dalam film tersebut. Untuk memberikan pengalaman baru bagi para penontonnya, produser film Filosofi Kopi, Visinema Pictures pun mencoba 'menghidupkan' adegan, yakni dengan mengajak pengunjung datang ke kedai asli Filosofi Kopi. Dan, di situlah kedai "Filosofi Kopi" betulan dibangun.  

Tak perlu memakan waktu lama untuk mencari kedai kopi satu ini. Tempatnya terbilang eye catching dan selalu ramai didatangi pengunjung. Jalur pedestrian di depan kedai ini kerap dijadikan  anak muda untuk sekedar 'nongkrong'.

Kopi di pinggir jalan hanya ada di Filosofi Kopi. (suara.com/Dinda Rachmawati)

Seperangkat meja dan kursi diletakkan di bagian luar, dengan latar belakang deretan kaca bening tembus pandang, menjadi penanda kedai kopi yang resmi diluncurkan April lalu.

Dalam cerita, kedai ini adalah bekas toko kelontong milik ayah Jody yang keturunan Tionghoa. Saat sudah tak terpakai lagi, Jody dan Ben pun menjadikannya menjadi kedai kopi dengan modal seadanya. 'Sejarah' itu dihadirkan  lewat tembok bata yang dibiarkan 'telanjang', untuk memperdalam kesan 'bongkaran' rak di toko klontong tersebut.

Di bagian lain, ada tiang-tiang bercat warna putih yang sudah memudar adalah warna asli toko kelontong milik ayah Jody. Keramik putih di dinding yang menjadi penanda khas dari bangunan orang Tionghoa pada masa itu, juga dibiarkan bertahan.

Tapi kini kedai itu tak lagi kosong. Berkunjung ke sana pengunjung akan disambut oleh riuh suara mesin espresso disela tangan barista sibuk meracik kopi untuk tamu.

Kedai yang tak terlalu luas ini selalu memberikan kehangatan bagi para tamu yang ingin menyesap secangkir kopi sambil bersantai.

"Kita pengen, mereka yang nonton film, bisa ngerasain dateng ke real kedainya di sini. Selain itu, ada juga semacam artspace, buat temen-temen seniman yang mau mamerin karyanya. Kalau lihat di depan itu kan ada banyak lukisan," tambah Rio.

Tapi tak seperti di kedai kopi lain, jangan berharap dapat bersantai sambil internetan menikmati Wi-Fi gratis di Filosofi Kopi. Pemikiran Ben yang "anti Wi-Fi" di novel ternyata benar-benar diterapkan di sini.

Karena kata Rio, Filosofi Kopi bukan tempat untuk orang-orang yang datang, tapi ingin asyik sendiri dengan teknologi atau internet. Kedai kopi ini ingin menjadi tempat di mana semua orang bisa merasa nyaman untuk datang, saling berinteraksi dan bercerita satu sama lain.

"Kita mau ngebalikin kedai kopi ke fungsi awalnya sebagai tempat bertemu, saling berbagi cerita, ngobrol, diskusi, interaksi," tambahnya.

Jika beruntung kamu bakal dilayani Rio Dewanto di Filosofi Kopi. (suara.com/Dinda Rachmawati)

Lantas apa pilihan kopi yang disediakan Filosofi Kopi? Kedai ini  memfokuskan pada menu kopi lokal yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia, seperti Kintamani dan Flores. Ada beberapa kopi yang menjadi favorit, seperti Ben's Perfecto, menu ikonik di film "Filosofi Kopi". Juga ada Tiwus dan Lestari, sebagai tanda apresiasi terhadap Dewi Lestari atau yang biasa dipanggil Dee.

Ben's Perfecto, salah satu andalan Filosofi Kopi. (suara.com/Dinda Rachmawati)

Adapula Cafe Latte, Espresso, Capucinno Ice Chocolate hingga Green Tea. Sementara untuk kudapan, ada beberapa menu yang disajikan untuk peneman minum kopi, seperti singkong goreng, Curos, Waffle, Kentang goreng, hingga risoles.

Untuk memberi pengalaman berbeda, sesekali Chicco yang memerankan Ben didatangkan khusus untuk  melayani pembeli. Tak perlu meragukan kemampuan Chicco dalam meracik kopi, karena dia juga secara khusus belajar meracik kopi dari barista kenamaan, Hendry Kurniawan.

Sedangkan Jody, yang diperankan oleh Rio Dewanto, juga akan menyambut pengunjung di meja kasir, seperti dalam cerita. Ia benar-benar menghitung tagihan yang harus Anda bayarkan setelah menikmati kopi di sini.

Harganya? Tak perlu khawatir. Semua makanan dan minuman di sini berksar antara Rp20 hingga 45 ribu. Jadi jika ingin ngopi sambil bernostalgia, Filosofi Kopi adalah pilihan yang tepat.





BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI