Suara.com - Angka pernikahan dini di Kalimantan Selatan (Kalsel) hingga kini masih menjadi yang tertinggi, yaitu 51/1.000 penduduk atau jauh di atas angka rata-rata nasional sebesar 40/1.000 penduduk.
Kepala Perwakilan BKKBN, Kalsel, Endang Moerniati pada Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Banjarmasin mengatakan, masih tingginya angka pernikahan dini tersebut, antara lain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan masih banyaknya pasangan suami istri yang memiliki anak hingga empat orang lebih.
"Bahkan masih ada kabupaten yang rata-rata pernikahan dininya mencapai 85/1.000 penduduk. Jumlah tersebut dinilai masih sangat tinggi," katanya.
Berdasarkan hasil riset kesehatan daerah yang terakhir, lanjut Endang, Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah yang paling tinggi jumlah pernikahan dininya, menggeser Kabupaten Hulu Sungai Utara, yang berdasarkan Riskesdes 2011 daerah tertinggi pernikahan dininya.
Sedangkan untuk angka melahirkan dini, kata dia, Kalsel berada pada urutan kedua nasional dengan angka melahirkan dini 53/1.000 penduduk.
Berbagai upaya untuk mengatasi pernikahan dini tersebut, kata Endang, antara lain dengan kembali mensosialisasikan program keluarga berencana (KB) yaitu dua anak cukup, sehingga orangtua lebih mudah mengarahkan dan membimbing anaknya untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya.
"Karena banyak anak, tidak sedikit orangtua akhirnya memilih menikahkan anaknya dengan cepat, untuk segera melepas tanggungjawab," katanya.
Kepala Badan KBPMP Hulu Sungai Selatan, Is Susilastuti mengatakan, pernikahan dini di Kabupaten HSS itu paling banyak terdapat di Kecamatan Negara, yang merupakan kecamatan terpadat di daerah tersebut serta di Kecamatan Loksado.
Menurut dia, untuk mengatasi tingginya kasus pernikahan dini tersebut, pihaknya mencoba menerapkan sosialisasi dengan melibatkan masyarakat terutamta remaja.
"Dalam sosialisasi kita membuat para remaja atau masyarakat terlibat untuk memecahkan masalah dengan memberikan beberapa contoh kasus, yang secara interaktif kita sampaikan," imbuh Is.
Misalnya, kita berikan contoh yang terjadi di masyarakat, seperti saat masyarakat melihat sepasang remaja yang belum menikah berboncengah dan berpelukan, bagaimana tanggapan mereka, dan apa yang harus dilakukan.
Melalui sosialisasi tersebut, kata dia, diharapkan masyarakat dan remaja lebih berpikir dan akhirnya berdaya untuk melakukan pencegaha.
Kepala BKKBN Tapin Noor Ifansyah mengatakan, masih tingginya angka pernikahan dini di Tapin, banyak disebabkan, karena adanya perbedaan penetapan umur.
Berdasarkan ketentuan dari BKKBN, penetapan usia menikah untuk perempuan 20 tahun dan laki-laki 25 tahun, sedangkan dari undang-undang perkawinana, umur 16 tahun bagi perempuan dan laki-laki 19 tahun sudah boleh menikah.
"Kita telah banyak melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah agar pernikahan dini dicegah, dan menekan angka putus sekolah," katanya. (Antara)
Ini Provinsi dengan Pernikahan Dini Tertinggi di Indonesia
Ririn Indriani Suara.Com
Senin, 21 September 2015 | 19:53 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Kehamilan Remaja: Bisakah Kita Berhenti Melihat Pernikahan Sebagai Solusi?
13 November 2024 | 15:59 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 21:18 WIB
Lifestyle | 20:37 WIB
Lifestyle | 20:33 WIB
Lifestyle | 19:53 WIB
Lifestyle | 19:24 WIB