Cerita Cantik Ika Noorharini Tentang Perempuan Ber-high Heels

Ririn Indriani Suara.Com
Rabu, 16 September 2015 | 15:33 WIB
Cerita Cantik Ika Noorharini Tentang Perempuan Ber-high Heels
Ika Noorharini saat launching buku
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - High heels begitu akrab dengan kaum perempuan, terutama perempuan pekerja yang dituntut harus berpenampilan baik demi citra diri dan profesionalitasnya.

Namun bila ditilik lebih jauh, high heels sebenarnya tak sekadar penunjang penampilan perempuan, tetapi juga mampu mempengaruhi psikologis penggunanya.

Bagaimana tidak, saat mengenakan jenis sepatu ini, seorang perempuan tak hanya merasa tubuhnya jadi lebih tinggi, cantik dan seksi, tetapi juga semakin mendongkrak kepercayaan dirinya.

Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan high heels di mata kaum perempuan. Kekuatan high heels yang dahsyat inilah yang membuat seorang Ika Noorharini kepincut untuk membuat tesis tentang  hubungan erat perempuan dengan high heels.

Hasil tesisnya untuk meraih gelar Master of Communication Science di Universitas Mercu Buana ini kemudian dirangkumnya menjadi buku berjudul "Fenomenologi Wanita Ber-high Heels" yang diluncurkannya pada 9 September lalu di Jakarta.

"Butuh waktu hampir tiga tahun untuk mengubah tesis menjadi buku yang sekarang. Itupun saya dibantu suami dalam pengecekan fakta sejarah, teori, dan ikut merangkum analisis tesis," ceritanya yang mengaku harus berjuang keras melawan mood-nya yang naik turun untuk merampungkan bukunya itu.  


Pengguna high heels pertama justru lelaki ...


Pengguna High Heels Pertama Justru Lelaki
Dari tesis yang menggunakan bahasa 'berat', akhirnya perempuan yang akrab di sapa Non ini pun berhasil merangkumnya menjadi buku dengan bahasa yang lebih ringan. Nah, dengan bahasa yang populer itulah, ia memadukan antara teori-teori komunikasi, sejarah sepatu high heels, plus pengalaman para perempuan pengguna high heels.

“Saya tertarik untuk sharing melalui buku agar semakin banyak orang yang mengetahui lebih dalam mengenai fenomena ini, serta memaparkan alasan mengapa high heels menjadi barang wajib bagi kaum perempuan,” terang perempuan yang kini tinggal di London, kepada suara.com, belum lama ini.

Lebih lanjut Non mengatakan bahwa ada motif, makna, status diri dan perilaku yang bisa tercermin melalui jenis high heels favorit yang dikenakan perempuan. "Misalnya, high heels yang punya banyak manik mencerminkan bahwa perempuan tersebut menyukai hal detail dan aksesori sebagai tambahan untuk mempermanis penampilannya," jelasnya.

Dalam buku perdananya itu, Non juga mengungkap sejarah dan berbagai hal unik tentang high heels. Salah satunya adalah fakta bahwa high heels ternyata kali pertama dipakai oleh kaum lelaki.

"Nggak nyangka kan kalau ternyata kaum pria-lah yang pertama kali memakai high heels. Dulunya sepatu ini dipakai tentara berkuda Persia untuk mempermudah mereka mengendalikan kuda ketika bertempur di medan perang," urainya panjang lebar.

Dan, masih banyak lagi fakta lainnya seputar high heels yang belum banyak diketahui orang --termasuk kaum perempuan itu sendiri -- dipaparkan dalam buku tersebut.


Libatkan 15 perempuan sebagai narasumber ...

Libatkan 15 Perempuan Sebagai Narasumber
Selain itu, lanjut Non, ada juga beberapa fakta hasil risetnya dengan melibatkan 15 perempuan pengguna high heels yang memiliki latar belakang berbeda.

Para perempuan tersebut menjabarkan motif mereka mengenakan sepatu hak tinggi, mulai dari menginginkan tubuh yang tinggi agar mendapat perhatian, hingga hanya sekadar ingin dibilang up-to-date.

"Sebenarnya ketika akan membuat tesis itu, saya hanya ingin tahu apa yang ada di benak para perempuan ketika mengenakan high heels. Selain karena saya juga pemakai heels, sehingga high heels kemudian menjadi simbol komunikasi dari para wanita," jelasnya yang kini bekerja sebagai fashion press assistant di Vinti Andrews, London, ini.

Pemaparan rinci dalam buku berjudul "Fenomenologi Wanita Ber-high Heels" ini, menurut Non, sebenarnya merupakan pertanyaan mendasar bagi semua perempuan yang mengenakan high heels, bahkan mungkin bisa menjawab pertanyaan kaum lelaki yang terheran-heran dengan perempuan yang amat menyukai jenis sepatu ini.

"Misalnya, mengapa perempuan tetap mengenakan sepatu hak tinggi padahal itu menyakitkan? Mengapa mereka rela 'berdarah-darah' demi dibilang cantik atau seksi? Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya yang sering dilontarkan terkait dengan high heels," imbuhnya.

Meski terkesan berat bila melihat judul bukunya, namun Non menggarapnya dengan bahasa populer yang cukup ringan, sehingga siapapun yang membaca akan mudah untuk memahami dan mencernanya.

"Jadi, siapapun termasuk pria bisa membaca buku ini dengan enak, karena memang bahasanya cukup ringan," tutur perempuan yang telah menjadi praktisi komunikasi pemasaran selama lebih dari 10 tahun ini.

Selain itu, buku setebal 112 halaman tersebut, kata Non, juga bisa dijadikan sebagai referensi atau literatur, karena berisikan fakta sejarah, pendapat, pengalaman, dan analisis atas fenomena high heels yang semakin hari kian diminati kaum perempuan terutama di kota-kota besar.


Pecinta Jins yang senang perawatan alami ...

Pecinta Jins yang Senang Perawatan Alami
Setelah meluncurkan bukunya itu, Non berencana melakukan edukasi ke berbagai sekolah dan kampus untuk menjelaskan lebih jauh tentang tujuan dan pesan yang ingin disampaikan melalui bukunya itu.

"High heels sebagai salah satu atribut perempuan sebenarnya nggak sekadar penunjang penampilan, tetapi juga ada filosofi atau makna yang lebih dalam dan kuat sehingga mampu mempengaruhi psikologis perempuan," tuturnya.

Pengaruh psikologis inilah, kata Non, yang menjadi kekuatan perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya.

"Jadi, nggak cuma fesyen, tapi maknanya lebih luas lagi, yaitu pemberdayaan perempuan, makanya buku saya ini sebenarnya bukan buku fesyen, tapi lebih ke psikologi populer karena bahasannya tentang aktualisasi dan pemberdayaan perempuan," ujarnya bersemangat.

Berbicara soal fesyen,  Non mengaku sebenarnya tak terlalu menggandrungi sepatu high heels. Namun sebagai perempuan, ia tetap memiliki beberapa koleksi sepatu berhak, mulai dari kitten heels, wedges hingga high heels.

"Sepatu-sepatu itu saya pakai sesuai kebutuhan dan momen acaranya, tapi saya memang merasa lebih nyaman kalau pakai wedges," cerita sulung dari tiga bersaudara ini.

Sepatu wedges-nya, kata penyuka kripik singkong pedas itu, kerap dipakainya saat jalan-jalan atau menghadiri acara santai atau semi formal.

"Pada dasarnya saya orangnya simpel dan praktis, jadi yang terpenting adalah kenyamanan dalam berpakaian dan penampilan, meski kalau di acara tertentu saya tetap bisa berpenampilan formal," imbuh perempuan yang mengaku tak punya waktu khusus untuk melakukan perawatan kecantikan.

Karena alasan simpel dan praktis itulah, Non  sering mengenakan celana jins sebagai pakaian favorit yang biasanya dipadupadankan dengan wedges.

Nah, untuk urusan make-up, ia mengaku lebih senang dengan riasan wajah natural yang terlihat ringan dan membuatnya fresh. "Untuk perawatan wajah pun saya lebih senang yang sederhana dan alami. Cukup cuci muka dengan air tajin dan masker telur, itu resep perawatan dari ibu saya," tuturnya mengakhiri perbincangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI