Burger di Sini Sangat Istimewa

Jum'at, 14 Agustus 2015 | 14:26 WIB
Burger di Sini Sangat Istimewa
The Republic of Burger. (suara.com/Deny Yuliansari)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - "Burger itu aslinya bukan makanan cepat saji seperti yang banyak ditemui di Jakarta. Sejatinya, burger itu adalah gourmet yang harus dinikmati dengan benar."

Itulah misi dari Edo Wikar, pemilik The Republic of Burger (ROB). Dia ingin makanan favoritnya tersebut tidak hanya dianggap sebagai makanan cepat saji alias fast food atau malah makanan sampah alias junk food semata. Namun hidangan standar restoran kelas atas atau fine dine.

"Burger itu makanan segar yang baru diolah dan dimasak ketika ada konsumen yang memesan. Bukan makanan yang dihangatkan," katanya saat berbincang dengan suara.com beberapa waktu lalu.

Tak ayal, enam bulan pertama sejak dibukanya The Republic of Burger (RoB) pertama di kawasan Cipete, Jakarta Selatan  Edo mengaku harus ada proses edukasi konsumen yang membuat usahanya
cukup seret.

"Karena banyak komplain yang masuk. Konsumen menganggap bahwa servis pelayanan ROB lama sekitar 10 hingga 15 menit," tambahnya.

Lama waktu menunggu ini karena patty atau daging untuk berbagai jenis burger yang disajikan di ROB, baru akan diolah setelah ada pemesanan. Daging yang terbuat dari 90 persen tenderloin impor dicampur 10 persen lemak tenderloin tersebut dicampur dengan bumbu rahasia racikan ROB untuk kemudian digrill.

Jadi tak ada patty beku di sini. Tapi ternyata tekad dan kesetiaan Edo untuk hanya menyajikan makanan segar inilah yang kemudian mengundang pelanggan setia. Maka setelah masa sulit itu terlewati, restoran yang kini sudah memiliki sejumlah cabang di Kemang, Bintaro, Mall Kuningan City dan Bandung.

Sekitar 40 varian burger ditawarkan ROB di berbagai cabangnya. Juga wiener (hotdog asal Jerman), olahan pasta serta side dish yang beragam. Saat bertandang ke sana, suara.com berkesempatan mencicipi salah satu menu andalan dan merupakan menu pertama racikan Edo nan rekan kerjanya, Miranda, yakni The Republican of Monster.

Durasi pemesanan hingga penyajian memakan waktu sekitar 10 menit. Namun waktu menunggu tersebut seolah terbayar ketika melihat makanan itu tersaji di atas meja. Bagaimana tidak, ukuran burger di ROB sekitar dua kali lipat dari burger biasa yang banyak dijual di pasaran. Penampilannya juga sangat menggoda.

"Kalau dihitung, satu porsi beratnya mencapai 400 gram. Dagingnya sendiri 250 gram," kata Edo.

Lapisan-lapisan burger yang membuat saya merasa 'terintimidasi' dengan ukuran burger yang lumayan jumbo. Terdiri dari bun olahan sendiri, mayonaise olahan sendiri, sayur selada, daging, tomat, bacon beef, keju, onion shreded kemudian disiram dengan saus khas ala ROB.

"Saus yang kami sajikan ada banyak jenisnya. Tapi yang bisa dipilih konsumen itu hanya saus yang sudah banyak dikenal seperti mushroom sauce, blackpepper dan barbekyu," katanya.

Karena burger yang disajikan didominasi oleh daging, saat dikunyah pun rasa daging yang juicy dan berbumbu akan mendominasi indera pengecap.

Namun yang membuat burger ROB terasa sanagt berbeda adalah onion shreded atau irisan bawang bombay yang digoreng dengan teknik deep fry. Sederhana namun mampu memberikan sensasi manis yang berbeda.

Harga olahan makanan ROB dipatok mulai dari Rp30 ribu hingga Rp90 ribu. Menu yang paling mahal adalah buffalo chicken wing dengan berat 1 kilogram.

Soal menu andalan, Edo menyebut, masing-masing cabang punya jagoan yang berbeda. Untuk daerah Kemang misalnya punya Republican of Monster, Volcano Monster dan Jack Ultimate yang mengandung minuman Jack Danielle. Sedangkan cabang Bintaro, punya Mac and Cheese burger serta Juicy Lucy sebagai andalannya.

"Kalau cabang di Bandung yang favorit itu varian yang pedas. Bahkan di sana level pedasnya hingga 10," katanya mempromosikan menunya.

Interior Republic of Burger. (suara.com/Deny Yuliansari)

Karena mengandalkan rasa makanan, maka jangan berharap banyak pada interior ROB. ROB cabang Kemang didesain sangat sederhana dengan gaya minimalis. Tidak banyak aksen maupun aksesoris yang ditambahkan pada meja. Bahkan penghias di dinding hanya berupa poster berbagai macam gambar dan kalimat-kalimat yang berhubungan dengan burger.

"Kalau soal desain, alasannya karena kami harus ketat dalam bujet," aku Edo. Ini tentu bukan masalah bagi penyuka burger, selama rasa yang ditawarkan memang menggoyang lidah bukan?


BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI