Di masa lalu, tepatnya di masa penjajahan Belanda kopi adalah barang mewah. Biji kopi adalah barang mahal yang tak semua orang kuat membelinya. Bahkan petani kopi pun sangat jarang bisa menikmati minuman favorit ini. Karena semua biji kopi yang mereka haislkan haris disetor ke penjajah.
Agar tetap bisa menyesap nikmatnya kopi petani kopi di Sumatera Barat memiliki cara tersendiri. Yakni membuat minuman 'kopi' yang diseduh dari daun kopi kering. Kopi unik ini dikenal dengan nama kawa.
Nah, buat kamu yang ingin merasakan sensasi unik kopi Kawa datanglah ke kedai satu ini. Kedai Kawa Wahidin, namanya. Kedai ini ini menyediakan kawa khas tanah Minang yang dibuat dari rebusan daun kopi atau dikenal dengan sebutan aia kawa.
Minuman racikan masyarakat Minangkabau ini memang tak sepekat seduhan biji kopi. Tapi justru di situ uniknya, Anda pasti penasaran dibuatnya. Jika di kota asalnya, kawa banyak dijajakan di warung kopi pinggir jalan, di Kedai Kawa Wahidin Anda bisa menikmatinya dengan suasana yang lebih groovy, khas anak muda Jakarta.
"Kalau di Padang, kopi kawa biasa ditemukan di warung pinggir jalan dan isinya kebanyakan orangtua. Kita bikin konsep di sini lebih modern dan bisa buat anak muda nongkrong. Ada pilihannya juga kayak kawa milkshake atau kawa susu jadi buat yang nggak terlalu suka kopi bisa jadi alternatif," ujar Handri Maldi, salah satu pendiri Kedai Kawa Wahidin.
Ditemui di gerainya baru-baru ini, Handri mengisahkan Kedai Kawa Wahidin ia dirikan bersama tiga teman lainnya yakni Jundi, Iif, dan Ferry. Mereka berempat adalah putra Minang yang sedang menimba ilmu di Jakarta.
Keunikan kawa yang penuh dengan sejarah dan belum populer di Jakarta, membuat kuartet Minang yang masih mahasiswa ini terpikir untuk mendirikan Kedai Kawa Wahidin ini.
"Selama tiga tahun terakhir di Padang, kawa mulai diminati anak muda. Kita lihat di Jakarta masih sedikit, belum ada malah kayaknya dari situ kita kepikiran buat usaha ini," imbuh Handri.
Tak hanya menyediakan kopi kawa, di gerai ini, Anda juga bisa menikmati beragam sajian kuliner unik lain yang tentunya identik dengan panganan khas Minang, sebut saja pisang kapik, pasta rendang, pasta dendeng balado, nasi goreng rendang, teh talua, dan masih banyak lagi.
Tapi tentu saja signature menu di kedai ini adalah kawa. Untuk merasakan perbedaan rasa antara kopi pada umumnya dengan kopi kawa, saya pun memilih menu kawa original.
Minuman ini juga disajikan dengan cara yang unik. Batok kelapa digunakan sebagai pengganti gelas, sementara sebagai tatakannya digunakan potongan bambu. Handri menjelaskan bahwa cara penyajian ini memang sudah turun temurun dilakukan oleh nenek moyangnya zaman dahulu di tanah Minang.
Paduan rasa teh dan kopi, itu kesan saya saat kawa original ini tersaji di atas meja. Warnanya hitam seperti kopi tapi encer seperti teh. Rasanya pun sulit untuk diungkapkan. Yang jelas, setelah menyeruput seduhan kawa ini, saya merasa lebih segar dan suasana hati juga menjadi lebih baik. Sugesti mungkin ya?