Suara.com - Pocong, kuntilanak, suster ngesot, hingga beragam model hantu-hantuan meramaikan kawasan nol kilometer Yogyakarta, tepatnya di sebelah barat Benteng Vredeburg saban malam.
Alih-alih membuat pejalan kaki takut, mereka malah mengajak hantu-hantuan foto bareng.
Hantu-hantuan tersebut merupakan ide komunitas Face Painting Jogja atau yang lebih dikenal dengan nama Hantu Vredeburg.
Salah satu perwakilan komunitas, Soni, mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan make up karakter hantu, selain itu juga untuk ngamen sosial.
"Komunitas ini berawal pada desember 4 tahun silam, kita ingin memperkenalkan make up karakter, kalau kamu ingin jadi zombie ini low karakternya, kalau kamu ingin jadi seram ini lho karakternya, kami juga ingin mengenalkan pada masyarakat terutama anak kecil bahwa hantu itu tidak menyeramkan seperti yang mereka bayangkan," kata Soni saat ditemui Suara.com.
Selain itu, kata Soni, kegiatan ini juga sebagai bagian dari kampanye cinta lingkungan bersih, terutama di sekitar Jalan Malioboro. Mereka mengajak warga dan wisatawan membuang sampah pada tempatnya.
"Kita streat art di sini ya karena kita tinggal di Jogja, kalau kita dapat uang dari sumbangan masyarakat saat foto bareng atau yang sengaja menyumbang ya uang tersebut kita gunakan untuk beberapa agenda bukan untuk kita makan sendiri," kata Soni.
Soni mengatakan uang hasil sumbangan dari masyarakat, selama ini dikembalikan lagi ke masyarakat melalui program hantu berbagi atau membagikan sumbangan kepada orang miskin.
Sebagian sumbangan lainnya diwujudkan dengan membangun tempat sampah di sekitar Jalan Malioboro, khususnya depan Benteng Vredeburg.
"Kita sudah buat enam tempat sampah, itu tempat sampah permanen terbuat dari cor, kami desain sendiri agar image tempat sampah yang kotor dan menjijikkan tak terlihat, atasnya kita buat ada semacam tengkoraknya jadi orang bahkan nggak jijik untuk makan di samping tempat sampah itu, bahkan sering dipakai foto - foto," kata Soni.
Namun sayangnya dua dari enam tempat sampah buatan komunitas Face Painting Jogja sudah rusak oleh tangan-tangan jahil. Sedangkan satu tempat sampah lagi di bagian kepala tengkoraknya diambil orang.
Soni menyayangkan ulah orang-orang tak bertanggungjawab itu. Ia menyebut untuk mengadakan tempat sampah, biaya satu tempat mencapai Rp1,8 juta.
"Ini bagian dari wujud kontribusi kita untuk Jogja, jadi di sini bukan hanya untuk sesi foto. Tapi sayangnya tempat sampah yang kita buat ada yang dirusak, ya itu ada yang kerjaannya membuat, kerjaannya merawat, kerjaannya menjaga tapi ada juga yang kerjaannya merusak," kata Soni.
Kendati demikian Soni beserta kawan - kawan tetap bersemangat. Mereka tetap beraktivitas, mulai pukul 19.00 Wib.
Rupiah demi rupiah dikumpulkan dan hasilnya disumbangkan ke masyarakat lagi.
Anggota komunitas yang lahir empat tahun silam berasal dari beragam profesi, mulai dari mahasiswa, pekerja, hingga seniman.
"Kalau ditanya berapa biaya untuk foto kita seikhlasnya namanya juga sumbangan, ada yang sekali kasih Rp5.000 karena lihat sebelumnya kasih Rp5.000 ada juga yang lebih jadi seikhlasnya," kata Soni.
Soal kenapa karakter hantu yang dipilih, Soni menjelaskan.
"Kenapa akhirnya ada pocong, kuntilanak, sebenarnya kita nggak fokus ke situ, kita fokusnya ke pengenalan make up karakternya ke wisatawan tapi karena kalau bicara soal seram, hantu menakutkan dalam konteks lokal ya kembalinya ke pocong, kuntilanak dan beberapa karakter hantu lainnya," kata Soni.
Komunitas ini sudah mulai dikenal masyarakat. Tak jarang mereka diundang untuk mengikuti acara seperti Halloween party maupun pesta kostum lainnya.
Kegiatan ini akan terus mereka kembangkan agar masyarakat juga lebih memahami make up karakter dan tentu saja agar berdampak positif bagi masyarakat. (Wita Ayodhyaputri)