Suara.com - Rentang waktu antara April-September menjadi bulan-bulan yang disebut sebagai bulan musim penyu. Dan, Indonesia dikenal memiliki potensi besar dalam urusan penyu ini. Dari tujuh jenis penyu di dunia, enam jenis penyu dapat ditemukan di perairan Indonesia, salah satunya di perairan Bali.
Tak heran di antara bulan April hingga September ini, di pantai Kuta, Bali, sering terlihat aktivitas sekelompok orang yang melepas ribuan tukik ke habitatnya. Tukik-tukik itu berasal telur-telur yang baru saja menetas.
Warga lokal, wisatawan dalam dan luar negeri pun turut meramaikan aktivitas ini. Mereka, baik anak-anak maupun orang dewasa selalu antusias mengikuti kegiatan ini. Ini dibuktikan, dalam setiap aktivitas melepas tukik, jumlah pendaftar terus bertambah.
Kegiatan ini rutin dilakukan oleh sebuah komunitas bernama Bali Sea Turtle Society (BSTS) yang berbasis di Pulau Dewata. Bali dipilih bukan tanpa alasan. Menurut I Wayan Wiradnyana, pendiri sekaligus ketua BSTS, Bali adalah salah satu pulau di Indonesia, yang sangat terkenal dengan isu penyu dalam dua dekade ini.
Bali mendapatkan citra buruk dengan tingginya angka perdagangan penyu. Di sisi lain pantai-pantai di Bali juga digunakan untuk penyu-penyu bertelur. Ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, yang berdampak buruk pada citra pariwisata di Bali.
Sorotan tajam tentang perdagangan penyu di Bali ini, menimbulkan berbagai reaksi baik positif maupun negatif. Warga Bali tidak senang disebut sebagai pembantai penyu.
Melihat kondisi ini, BSTS didirikan untuk memfasilitasi reaksi positif yang ditunjukkan oleh masyarakat. BSTS berdiri berkat dukungan yang kuat dari masyarakat Bali untuk mendirikan sebuah organisasi nirlaba yang bekerja khusus untuk perlindungan penyu.
Menurut Wayan, hingga saat ini ada tiga kegiatan utama kami, yakni perlindungan sarang penyu, kegiatan patroli rutin pada bulan musim penyu bertelur dari Maret -September, melindungi penyu yang bertelur, merelokasi telur penyu ke tempat penetasan hingga melepaskan tukik (anak penyu) ke habitatnya.
"Pelepasan tukik tergantung dari ada atau tidaknya sarang yang menetas, jadi waktu pelepasannya bergantung pada alam," jelas Wayan pada suara.com.
Kegiatan ini, lanjut dia dilaksanakan di beberapa titik pantai tempat peneluran penyu, misalnya di pantai Kuta dan Tegal Besar, Klungkung. Selain itu, lanjut dia BSTS juga memiliki program lainnya, yakni edukasi dan kampanye.
"Dalam pendidikan, kami mengunjungi dan dikunjungi siswa SD hingga mahasiswa untuk menyebarkan informasi tentang perlindungan penyu. Di samping itu kami juga ada dari kelompok-kelompok masyarakat dan komunitas, misalnya dari komunitas fans music rock," imbuhnya.
Sementara kampanye, informasi disebarkan dengan media, seperti menyebarkan brosur, stiker, booklet dengan menggunakan mascot penyu untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli dengan penyu.
Di samping itu, BSTS tentunya memanfaatkan media sosial yang sangat populer saat ini.Dalam setiap kegiatannya, komunitas yang secara resmi berdiri sejak 2011 ini, bertujuan untuk menjaga kelestarian penyu di di Bali pada khususnya dan tentunya di Indonesia.
Selain itu, lanjut I Wayan, BSTS juga ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting perlindungan penyu, dan isu-isu lingkungan secara luas.
"Kami juga memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk terlibat aktif dalam kegiatan lingkungan dan kegiatan yang bersifat sukarela (volunteer)," ujarnya.
Wayan menambahkan, ada beberapa hal yang menggembirakan setelah berbagai usaha dilakukan BSTS. Kini semakin banyak masyarakat, terutama generasi muda yang mau terlibat.
"Kami juga mulai ada beberapa lokasi baru di mana masyarakat menghubungi kami bahwa mereka menemukan ada penyu yang bertelur di wilayahnya dan telah mulai berbuat melindungi penyu," ungkapnya.
Namun, BSTS tidak membuka sistem keanggotaan. Semua yang dilakukan bersifat sukarelawan. Ada banyak sukarelawan dari bebagai macam latar belakang, yang umumnya adalah anak muda. Biasanya mereka membantu BSTS di waktu luangnya.
Saat ini, praktis hanya sekitar 10 orang yang membantu secara aktif. Meski begitu, dia menekankan, bahwa siapapun bisa bergabung, terutama saat musim penyu tiba. Mereka bisa ikut kegiatan pelepasan tukik yang sangat diminati oleh banyak orang. Pelepasan tukik di pantai Kuta, kata I Wayan tidak dikenakan biaya dan lebih memprioritaskan anak-anak.
Walau berbasis di Bali, BSTS tetap membuka peluang bekerjasama dengan mereka dari luar Bali yang ingin membantu penyelamatan penyu,
"Tidak mesti datang ke Bali, bisa membantu dengan menyebarkan informasi tentang penyu ke komunitas atau kelompok masyarakat. Kami akan kirimkan materialnya, atau jika mungkin kami akan kunjungi. Namun jika memang ingin membantu kami di lapangan atau bagi mahasiswa yang PKL atau pratikum silakan hubungi kami pada email [email protected]," tutup Wayan.