Nadiem Makarim, Bukan Juragan Ojek Biasa

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 15 Juli 2015 | 09:59 WIB
Nadiem Makarim, Bukan Juragan Ojek Biasa
Nadiem Makarim (kiri) bersama para mitra Go-Jek. [Suara.com/Deny Yuliansari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Mengubah mindset itu tidak sulit. Ini bisa datang dari diri sendiri, ketika seseorang memiliki kebanggaan pada profesinya. Dan Go-Jek mampu memberi kebanggaan itu kepada para tukang ojek."

Suara Nadiem Makarim terdengar bangga saat menyebutkan capaian Go-Jek sejauh ini. Ya, laki-laki yang baru saja merayakan ulang tahun ke-31 ini layak berbesar hati. Upayanya tidak sia-sia, Go-Jek yang dirintisnya tidak tak hanya menjadi buah bibir, tapi juga mampu membantu ribuan tukang ojek di Jabotabek menggapai kehidupan yang lebih baik.

Dalam anggapan lulusan Universitas Harvard ini, berbisnis bukanlah melulu mencari untung, tapi juga membantu sesama mencapai kehidupan yang lebih baik. Itu sebabnya ia lebih suka disebut sebagai social entrepeneur ketimbang pengusaha.

Ia juga sering menekankan, Go-Jek bukanlah perusahaan ojek tetapi pencipta aplikasi yang peduli pada nasib tukang ojek dan mereka yang sebelumnya tak memiliki akses pada pekerjaan formal. Ya, Go-Jek yang dibidani Nadiem tak hanya berhasil membawa nama Indonesia ramai diperbincangkan di kalangan pembuat aplikasi. Lebih dari itu Go-Jek juga membuka pintu bagi ribuan orang yang tak berkesempatan mendapatkan pendidikan formal mengakses sektor formal atau malah menjadi pengusaha.

Lewat Go-Jek juga, laki-laki yang mengaku hobi nonton dan mendengar musik ini berhasil mengubah mindset tukang ojek, dari semula hanya sebagai tukang antar/jemput penumpang menjadi pengusaha
yang memiliki dan mengelola usahanya sendiri.  Sejumlah tukang ojek yang bergabung dengan Go-Jek juga mengaku lebih produktif. Dan, di atas semua itu, mereka juga merasa lebih diapresiasi.

"Dulu mereka hanya mengantar penumpang, tapi kini pekerjaan yang dilakukan lebih rumit dan lebih kompleks," ujar Nadiem saat berbincang dengan wartawan di kawasan SCBD, Jakarta beberapa waktu
lalu.

Lewat Go-Jek, Nadiem juga berhasil mengubah mindset masyarakat. Bahwa kita perlu percaya setiap orang memiliki potensi yang bisa dikembangkan.

"Sebelum ini, banyak orang percaya bahwa tukang ojek hanya begitu-begitu saja. Padahal jika kita percaya pada potensi seseorang, maka itu menjadi pendorong yang luar biasa untuk maju dan berkembang," ujarnya sambil menceritakan bagaimana para tukang ojek yang bergabung dengan Go-Jek ternyata memiliki kemampuan yang tak ia sangka sebelumnya.

Meski perkembangan Go-Jek cukup pesat, yang dibuktikan oleh adanya puluhan ribu pengguna, tak serta merta membuat Nadiem puas. Ia mengakui banyak hal yang harus dibenahi dari 'bayi' yang ia lahirkan pada 2014 ini.

Untuk itu berbagai langkah dilakukannya. Ia tak segan membagi ilmunya kepada para pengemudi ojek yang telah memilih bergabung dengan Go-Jek. Ia ingin menularkan nilai-nilai profesionalisme dan kedisiplinan kepada semua 'pasukannya'.  

Nadiem Makarim saat bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (suara.com/Bowo Raharjo)

Nama Nadiem menjadi buah bibir seiring dengan makin tersohornya nama Go-Jek. Apalagi ketika Go-Jek disoal oleh tukang ojek tradisional karena dinilai mengusik lahan yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian mereka.

Sebelum terjun ke bisnis berbasis aplikasi, lelaki kelahiran 4 Juli 1984 ini adalah seorang konsultan manajemen di kantor McKinsey & Company Jakarta. Dalam periode itu, ia mendirikan Young Leaders for Indonesia, sebuah lembaga non-profit yang mengajarkan modul kepemimpinan kepada mahasiswa terbaik di seluruh Indonesia dalam rangka mempersiapkan mereka untuk terjun ke kancah dunia profesional.

Nadiem juga tercatat sebagai Co-founder dan Managing Director Zalora Indonesia yang kini telah menjadi situs fesyen online terbesar di Indonesia. Belakangan ia memutuskan meninggalkan Zalora demi
mengejar gairahnya menjadi orang merdeka dengan mendirikan usaha pendidikan baru, Top Tier Academy. Top Tier Academy adalah program persiapan percepatan kepemimpinan dan universitas untuk Indonesia yang bertujuan untuk program sekolah top di luar negeri.

Laki-laki yang menyandang gelar BA dari Brown University, dan MBA dari Harvard Business School ini mengaku memutuskan menjadi entrepeneur karena tak suka dikontrol.

"Saya tidak betah kerja di perusahaan orang lain. Saya ingin mengontrol takdir saya sendiri," katanya sambil terbahak.

Nadiem Makarim (suara.com)

Itu salah satu alasannya mendirikan Gojek, yang disebutnya sebagai perusahaan sosial yang membantu tukang ojek menjadi lebih profesional sekaligus memberikan solusi bagi lalu lintas yang dialami warga Jakarta.  

Mengapa ojek yang dipilih? Nadiem mengakui ia telah lama 'jatuh cinta' pada ojek. Sejak masih menjadi karyawan yang berkantor di kawasan SCBD, Nadiem lebih memilih ojek ketimbang mobil pribadi
untuk menundukkan kemacetan Jakarta.

"Hidup saya selalu dikelilingi ojek. Dulu saya, bisa lima kali sehari naik ojek. Karena mobilitas tinggi, harus meeting di mana pun jadi panggil ojek. Bisa dibilang sejak dulu saya cinta ojek," ujarnya.

Kecintaannya pada tukang ojek, mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Pada 2011, saat masih berstatus sebagai karyawan  Nadiem mulai  merintis ojek yang lebih profesional. Misinya cukup mulia, Ia menyimpan mimpi untuk meningkatkan pendapatan para tukang ojek di Jakarta dengan membuat mereka lebih produktif dan tidak lagi hanya menunggu dan mengantar penumpang.

Dari hasil survei yang dilakukannya, terungkap banyak tukang ojek yang mengeluh lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menunggu penumpang. Saat pertama kali Go-Jek berdiri, sistem yang digunakan masih sangat sederhana.

Kala itu, Go-Jek melayani pesanan ojek melalui call center, yang kemudian operator akan mencari driver yang terdekat. Call center bakal memastikan kedatangan driver dengan sistem navigasi dan koordinasi pelanggan.

Lantas, sejak tahun lalu Go-Jek bertransformasi menjadi perusahaan teknologi berbasis mobile. Selain menyediakan sarana teknologi, Go-Jek Indonesia juga memberikan smartphone sebagai kelengkapan utama menerima panggilan dari pelanggan.

Di samping perangkat lunak, Nadiem juga menggagas kebutuhan branding Go-Jek melalui pakaian khusus bercorak warna hijau dan helm berlisensi SNI. Dan usaha Nadiem tak sia-sia. Dari semula hanya bermitra dengan 200 tukang ojek, kini mitra Go-Jek Indonesia sudah mencapai angka belasan ribu tukang ojek yang tersebar di empat kota.

Selain itu, Go-Jek telah bekerjasama dengan hampir 100 perusahaan yang menjadi pelanggan korporat. Dengan sayap bisnis perusahaan yang terus bertumbuh, Nadiem sudah membawahi sekitar 70 karyawan Go-Jek.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI