Suara.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia baru-baru ini merilis hasil temuan uji sampling terhadap sembilan merek pembalut dan tujuh merek pantyliner yang positif mengandung zat kimia klorin.
Untuk meminimalisir risiko yang terjadi dari penggunaan pembalut atau pantyliner berklorin yang disebut-sebut memicu iritasi, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyarankan agar perempuan kembali menggunakan pembalut kain, seperti digunakan kaum hawa terdahulu.
"Alternatifnya bisa gunakan pembalut kain, karena bahannya aman dan bisa dicuci, dipakai ulang," kata Tulus dalam konferensi pers baru-baru ini.
Menyikapi anjuran YLKI ini, tak sedikit perempuan yang berkoar-koar. Meski dianggap aman, pembalut kain dirasa tak praktis dan tak sesuai dengan padatnya aktivitas yang harus dijalani perempuan urban masa kini.
"Mau beralih ke pembalut kain nggak jadi-jadi karena rempong dan nggak praktis apalagi saya aktivitas di luar terus. Saya yakin perempuan urban mikirnya gini juga, takut-takut doang tapi pasrah lalu lupa," ujar Azizah (22) kepada suara.com, Kamis (9/7/2015).
Sependapat dengan Azizah, Hanna (23) juga sudah membayangkan ketidakpraktisan jika harus menggunakan pembalut kain.
"Nggak praktis aja, udah gitu malas nyucinya. Kayak zaman penjajahan aja," ungkap Hanna.
Selain tak praktis, kaum hawa juga memikirkan risiko pembalut kain yang mudah menyerap cairan sehingga dikhawatirkan akan 'nembus' yang menjadi momok bagi setiap perempuan saat haid.
"Nembus dong kalau pembalut kain, agak jijik juga nyucinya ya. Asisten rumah tangga saya pakai pembalut kain, alhasil selalu nembus kalau haid," kata Firli (23).
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek juga melontarkan pendapatnya soal anjuran pemakaian pembalut kain ini. Menurutnya, hal ini akan sangat merepotkan kaum hawa, apalagi di zaman yang sudah modern seperti sekarang ini.