Rako Prijanto Temukan 'Soulmate' Berkat Arahan Sang Ayah

Ririn Indriani Suara.Com
Rabu, 08 Juli 2015 | 18:02 WIB
Rako Prijanto Temukan 'Soulmate' Berkat Arahan Sang Ayah
Rako Prijanto, sutradara. (Foto: suara.com/Ririn Indriani)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Siapa yang tak kenal dengan sutradara andal yang satu ini, Rako Prijanto. Namanya kian melejit saat menyutradarai Sang Kiai (2012), film yang berhasil menyabet banyak penghargaan bergengsi itu.

Dan, di film itu pun ia didaulat menjadi sutradara terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2013. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan tentunya.

Tak hanya prestasi yang diraihnya, lelaki kelahiran Magelang, 4 Mei 1972 ini juga mengaku, mendapat banyak pengalaman berkesan selama menggarap film yang mengangkat seorang tokoh agamis tersebut.

“Dari 17 film yang telah saya buat, mungkin yang paling menyentuh adalah film Sang Kiai, karena film ini mengangkat tokoh agamis tradisional moderat dan berlatar belakang perjuangan bangsa yang dilandasi oleh semangat religius,” ceritanya kepada suara.com saat ditemui di kantornya di Jalan Adityawarman, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Pengalaman menyentuh itu dialami Rako terutama ketika melakukan riset untuk film tersebut. Ia mengaku ketika pendalaman karakter --bersama Christine Hakim yang berperan sebagai Nyai Kapu (Masrurah) dan Ikranagara sebagai KH Hasyim Asy'ari, mengalami beberapa kejadian yang membuat hatinya bergetar hingga tubuhnya pun merinding lantaran merasakan betapa kuatnya aura sang tokoh ketika diperankan oleh dua pemain film berkarakter kuat tersebut.

Saat mendatangi Pesantren Kapu di Kediri dengan mengenakan pakaian yang biasa dipakai Nyai Kapu, cerita Rako, Christine Hakim disambut hangat oleh cucu-cucu Nyai Kapu. Bahkan secara spontan mereka menyebut Christine seperti eyangnya (Nyai Kapu, red).

"Waktu Christine Hakim tiba di pesantren, para cucu Nyai Kapu spontan berucap, eh, eyang putri kundur, lalu mereka langsung menciumi tangannya. Di momen itulah hati saya merasakan sesuatu yang berbeda dan membuat saya sempat merinding," ungkapnya.

Pengalaman berkesan lainnya dialami pula saat Rako, Ikranagara dan lainnya diundang ke rumah seorang tokoh Kediri. Ia bercerita ketika duduk di belakang rumah joglo sang tokoh tersebut dimana di situ ada pohon mangga, Ikranagara mengambil lampu senter untuk mencari mangga yang jatuh.

Namun, setelah selesai mencari mangga yang jatuh, tiba-tiba Ikranagara terdiam sehingga menimbulkan pertanyaan bagi Rako. "Om Ikra kenapa, kok diam aja, capek? Sakit?" Lantas, Ikranagara pun menjawab: "Nggak kok, nggak kenapa-kenapa. Saya heran aja, tangan saya kok bau cendana ya."

Mendengar penuturannya itu, lalu Rako pun mencium tangan Ikranagara dan benar, ternyata tangannya memang bau cendana. Di situlah Rako jadi teringat cerita dari salah satu putri KH Hasyim Asy'ari yang mengatakan bahwa saat kecil sering diajak mencari mangga menggunakan senter itu.

"Itu seperti yang dialami oleh Om Ikra, karena tangannya bau cendana, jadi banyak orang yang mencium tangannya seperti sedang salim," imbuh lelaki berperawakan besar yang murah senyum ini.

Selain melakukan riset untuk pembuatan film Sang Kiai, lelaki yang hobi fotografi ini juga meluangkan waktu ziarah ke makam tokoh-tokoh Kediri di sekitar Pesantren Tebu Ireng. Yang jelas selama menggarap film tersebut, Rako mengaku tak hanya wawasan dan pengetahuannya tentang sejarah masyarakat agamis di Indonesia bertambah, tetapi juga mendapatkan pengalaman spiritual yang begitu membekas di hatinya.


Cinta seni sejak kecil ...

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI