Perjalanan Ucu menjadi salah seorang pembuat film dokumenter ini dimulai ketika ia masih remaja. Ini terjadi saat perempuan kelahiran Sukabumi, 19 Agustus 1976 ini untuk pertamakalinya dari sebuah pondok pesantren di Jakarta pulang ke kampungnya di Sukabumi.
Dalam perjalanan itu, Ucu mendapati kenyataan bahwa ada banyak perempuan dari Sukabumi yang menjadi istri simpanan. Kenyataan itu membuat Ucu yang saat itu masih belasan tahun mulai mempertanyakan banyak hal. Dan kelak pertanyaan-pertanyaan itu menjadi alasan untuknya untuk menekuni dunia jurnalistik.
Sikap kritisnya makin berkembang saat ia menuntut ilmu di IAIN Syarif Hidayatullah. Ia rajin menuliskan pandangannya di sejumlah koran. Setelah lulus kuliah, Ucu menjadi kontributor pada majalah berita Pantau, sebelum akhirnya pada tahun 2000 bergabung dengan Kantor Berita Radio 68H. Ia juga aktif menjadi penulis untuk sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang transformasi konflik.
Selain itu, perempuan yang memiliki tinggi 155 centimeter ini juga rajin menulis artikel dan cerita pendek di koran-koran.
Namun dunia jurnalistik tak mampu memuaskan Ucu. Ia merasa dibatasi dalam berkarya.
"Di media kita tak bisa mengangkat kenyataan secara utuh. Dibatasi durasi dan halaman, kadang ada kebijakan editor yang membuat berita yang kita buat tak bisa tampil utuh," terangnya.
Ketidakpuasan ini yang mendorong Ucu melirik pembuatan film dokumenter. Lewat media ini, Ucu merasa lebih leluasa mengeksplore lebih dalam sebuah isu yang menjadi perhatiannya yakni kemanusiaan.
"Dengan media audio visual penonton bisa melihat sendiri," tegasnya.
Jejak Ucu di dunia film dokumenter mulai terjejak pada 2005. "Death in Jakarta" adalah film dokumenter pertamanya. Film yang memotret kesulitan warga miskin Jakarta saat mengurus pemakaman keluarganya yang meninggal ini dibuat dengan bantuan dana dari Jakarta International Film Festival.
Sejak itu Ucu telah menghasilkan tak kurang 15 film dokumenter, termasuk "Di Balik Frekuensi" yang mendapat sambutan hangat dari publik. Film yang dirilis pada 2013 ini, hingga kini masih sering diputar di kampus-kampus. Dokumenternya yang lain adalah "Bab Akhir Pramoedya", "Ragat'e Anak" dan "Konspirasi Hening".
Ucu juga menulis beberapa buku anak-anak dan cerpen. Pada tahun 2003 ia menerbitkan lima buku anak-anak bertema Islam. Cerpennya berjudul "Lelaki yang Menetas di Tubuhku", masuk dalam antologi cerpen "Un Soir du Paris" (Suatu Sore di Paris) yang juga mmemuat tulisan karya sejumlah penulis ternama lainnya seperti Clara Ng, Seno Gumira Ajidarma dan Agus Noor.
Ucu Agustin, Istri Simpanan Mengantarnya Jadi Pembuat Film
Esti Utami Suara.Com
Selasa, 30 Juni 2015 | 16:29 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Lekat: Sosok Tisa TS yang Sukses Bikin Baper Masyarakat Indonesia dengan Karyanya
15 Juni 2024 | 09:05 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 20:51 WIB
Lifestyle | 20:12 WIB
Lifestyle | 19:15 WIB
Lifestyle | 18:42 WIB
Lifestyle | 18:29 WIB