MK Tolak Uji Materi UU Perkawinan, Ini Dampaknya bagi Perempuan

Esti Utami Suara.Com
Jum'at, 19 Juni 2015 | 13:35 WIB
MK Tolak Uji Materi UU Perkawinan, Ini Dampaknya bagi Perempuan
Ilustrasi (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis (18/6/2015) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait dengan batasan usia minimal 16 tahun bagi perempuan untuk menikah.

Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai Arief Hidayat, menilai bahwa kebutuhan untuk menentukan batasan usia perkawinan khususnya untuk perempuan adalah relatif menyesuaikan dengan perkembangan beragam aspek, baik itu aspek kesehatan hingga aspek sosial-ekonomi.

Permohonan ini diajukan oleh sejumlah aktivis perempuan, Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA), dan Yayasan Kesehatan Perempuan.

"Bahkan, tidak ada jaminan yang dapat memastikan bahwa dengan ditingkatkannya batas usia kawin untuk wanita dari 16 tahun menjadi 18 tahun, akan semakin mengurangi angka perceraian, menanggulangi permasalahan kesehatan, maupun meminimalisir permasalahan sosial lainnya," ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.

Kendati demikian, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyatakan pendapat yang berbeda.

Maria berpendapat bahwa peraturan yang mengatur batas usia anak sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Dapat disimpulkan bahwa perkawinan anak akan membahayakan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak dan menempatkan anak dalam situasi rawan kekerasan dan diskriminasi," ujar Maria.

Selain itu Maria juga berpendapat bahwa perkawinan membutuhkan kesiapan fisik, psikis, sosial, ekonomi, intelektual, budaya, dan spiritual.

Para pemohon sebelumnya menyatakan bahwa UU perkawinan dalam implikasinya tidak memiliki kesesuaian dengan sejumlah peraturan dan ketentuan nasional (a contrario), khususnya terkait dengan batas usia anak perempuan.

Pemohon berpendapat bahwa sepanjang frasa 'enam belas tahun' telah melahirkan banyak praktik perkawinan yang berakibat pada terampasnya hak-hak anak perempuan untuk tumbuh dan berkembang, hak pendidikan, serta bahaya akan kesehatan reproduksi perempuan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI