Suara.com - Sore itu matahari hampir mencapai ufuknya. Tapi di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat, puluhan anak tampak antusias memadati Galeri Indonesia Kaya, wadah bagi para pecinta budaya.
Anak-anak yang masih belia ini bukan mau menonton konser sang idolanya, mereka justru berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan dongeng Nusantara yang dibawakan oleh Kelompok Pecinta Bacaan Anak (KPBA). Sore itu KPBA menampilkan kisah cerdiknya si Kancil.
Ya, di tengah gerusan budaya asing dan perkembangan teknologi yang begitu pesat, ada sekelompok orang yang terus berjuang untuk memajukan minat baca anak-anak Indonesia. Setiap minggu Kelompok Pecinta Bacaan Anak Indonesia ini rutin menyambangi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk menghibur anak-anak penderita penyakit berat dengan dongeng yang mereka bawakan.
"Sejak tahun 1993 kami rutin mendongeng di RSCM. Hal ini kami lakukan agar anak-anak yang sedang dirawat tidak merasa bosan," ungkap Murti Bunanta, sang pendiri KPBA.
Sejak 5 Agustus 1985, Murti, seorang doktor pertama dari Universitas Indonesia yang meneliti tentang sastra anak sebagai topik desertasi, mendirikan komunitas ini. Bisa dibilang, komunitas ini lahir dari keprihatinan Murti terhadap minimnya bacaan untuk anak-anak Indonesia.
"Indonesia tercatat sebagai negara dengan minat baca terendah dibanding negara tetangga lainnya, bagaimana bangsa bisa maju kalau minat untuk membaca saja sangat minim," ungkap Murti.
Lewat tulisannya yang dimuat di media cetak nasional, Murti menggugah minat pembaca yang menaruh perhatian pada anak untuk bertemu dan memantapkan gagasan sembari mengadakan kegiatan mendongeng untuk anak-anak. Hingga, akhirnya Kelompok Bacaan Anak (KPBA) terbentuk.
Murti menyebut bahwa melalui dongeng maupun bacaan, anak-anak Indonesia bisa mengembangkan imajinasi mereka. Agar lebih menarik, Ia dan anggota KPBA, mengemas bacaan anak menjadi sebuah kabaret yang menarik.
Seperti kisah si cerdik Kancil yang dibawakan KPBA dalam sebuah pementasan di Galeri Indonesia Kaya, beberapa waktu lalu. Lengkap dengan properti dan kostum yang menarik, KPBA sukses menyihir anak-anak untuk mengimajinasikan tokoh kancil dalam pikiran mereka.
"Lucu harimaunya aum-aum. Harus jadi kancil yang pintar tapi tetap baik hati sama teman-temannya," ungkap Aisyah (8), penonton cilik pada pementasan tersebut.
Pemeran dalam kabaret mini yang dibawakan KPBA pun bukan sembarang orang. Menurut Murti, sukarelawan dari KPBA terdiri dari peneliti, dosen, doktor, mahasiswa, karyawan, ilustrator, pendongeng, guru, hingga wartawan. Mereka memiliki kesamaan visi untuk meningkatkan minat baca anak dan mutu bacaan di Indonesia.
"Bahkan pemeran si kancil itu (Sarah), baru saja mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di luar negeri," ungkap Murti bangga.
Layaknya sebuah drama musikal, anak-anak pun diajak untuk bernyanyi bersama-sama di beberapa scene. Ini yang membuat dongeng yang dibawakan KPBA terasa lebih hidup dan dapat menghibur anak-anak.
Pesan moral tak lupa disuguhkan dalam setiap pertunjukkan sehingga anak dapat mempelajari sesuatu yang baik dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap pertunjukan, kata Murti, KPBA pun selalu membawakan cerita dari buku yang dibuatnya.
Ya, Murti memang seorang penulis buku anak. Karya Mutri telah melanglangbuana di seantero dunia. Berbagai penghargaan Internasional telah diterima Mutri untuk beberapa karyanya. Meski mengemasnya menjadi pertunjukan yang menarik, Ia tetap mengingatkan pentingnya membaca buku pada anak-anak.
"Bacaannya boleh kita kemas dengan cara apapun yang menarik, tapi bukunya sendiri jangan lupa ditunjukkan kepada anak-anak. Kita bisa perlihatkan bagaimana gambar-gambar yang ada di buku sehingga bisa menarik anak-anak untuk membaca," imbuhnya.
Selain rutin menyambangi RSCM setiap minggunya, KPBA juga memiliki serangkaian kegiatan seperti mengadakan Festival Mendongeng setiap tahun, hingga menghibur korban bencana seperti banjir dengan mendongeng sebagai bentuk terapi untuk menghilangkan trauma anak-anak.