Cekatan, tangan Ambarwati Esti mengulas krim di atas kue warna-warni itu. Terampil jari-jarinya mengatur potongan stroberi dan jeruk di atas kue yang sudah disusun bertumpuk rapi. Dalam sekejap, perempuan peraih Kehati Award 2015 untuk kategori Peduli Lestari Kehati ini selesai menghias rainbow cake yang baru saja dibuatnya.
Selesai dengan rainbow cake, Ambarwati dan dua orang ibu binaannya beralih ke produk makanan yang lain. Dan dalam waktu singkat, bakpao isi durian, risoles, cake gulung pun terhidang di atas meja.
Sekilas, tak ada yang beda dari tampilan kue-kue itu. Rasanya pun cenderung sama dengan kue-kue yang biasa ditemukan di pasaran. Perbedaan mendasar dari kue produksi CV Arum Ayu buatan ibu dua anak itu ternyata ada pada bahan baku yang digunakan. Jika pada umumnya rainbow cake, cake gulung, risoles, atau bakpao menggunakan tepung terigu, maka kue-kue racikan Ambar ini menggunakan tepung dari sumber pangan lokal, seperti singkong, ketela, ganyong, garut, sukun atau yang lain.
Ya, kreatifitas Ambar telah mengubah pangan lokal itu tak lagi mewujud dalam bentuk mentahnya seperti singkong atau ubi rebus. Tetapi tampil cantik tak kalah dengan panganan modern.
"Saya memulai ini atas dasar berbagi," ujar Ambarwati sambil mengulas senyum ketika ditanya motivasinya mendirikan CV Arum Ayu.
Lantas perempuan yang kini sedang menjalani terapi akibat penyakit yang dideritanya ini, mengisahkan semua ini berawal dari rasa prihatinnya dengan generasi muda yang kian terasing dengan sumber pangan lokal. Tak hanya itu, dia juga makin sering mendengar makin banyak anak muda yang menderita berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes ataupun tekanan darah tinggi ataupun autis.
Berangkat dari kepedulian ini, Ambar kemudian mulai belajar tentang beragam sumber pangan lokal dan potensi pengembangannya. Lantas pada tahun 2004 ia menyulap rumahnya menjadi workshop pembuatan kue.
"Produk pertamanya adalah brownies singkong yang saya jual secara mandiri di sekolah anak saya," ujarnya mengenang.
Sadar produknya memiliki peminat, Ambarwati mulai bereksperimen dengan berbagai tepung dari umbi-umbian lokal.
Pelanggan pun berdatangan dan lama kelamaan, kue-kue produksi CV Arum Ayu makin dikenal. Apalagi produk makanan buatannya tidak mengandung gluten, yang belakangan disebut tak bagus kesehatan. Dengan bebas gluten, berarti kue buatan Ambar aman dikonsumsi penderita autis.
Lalu pada tahun 2007, Ambarwati mulai dengan panggilan hatinya, yaitu membagi ilmu dan pengetahuan soal kue-kue dengan bahan baku sumber pangan lokal itu.
"Awalnya memang ada rasa sayang. Saya yang belajar dan observasi, kok ya dengan mudahnya orang lain minta diajarin. Tapi hati saya kemudian diyakinkan bahwa semakin kita berbagi maka kita akan semakin mendapat berkah," katanya.
Dan keyakinan ini terbukti benar. Konsisten menjadikan semangat berbagi sebagai CSR (corporate social responsibility) untuk usahanya, kesempatan Ambarwati untuk berkembang justru terbuka lebar. Sarjana hukum lulusan sebuah perguruan tinggi negeri ini tidak segan-segan membagi resep rahasia dapurnya.
Hatinya bungah menyaksikan ibu-ibu di suatu daerah dapat mengolah bahan lokal dan berkembang mandiri, bahkan ikut berkontribusi pada pendapatan keluarga.
Bermula dari mengajarkan ibu-ibu di sekitar rumahnya, Ambarwati kini sudah diminta untuk mengajar di hampir seluruh Indonesia. Dan dari perjalanan ke berbagai pelosok tanah air ini, Ambar menemukan banyak potensi sumber pangan lokal yang selama ini mulai ditinggalkan. Sebut saja tepung daun kelor, tepung bekatul dari Garut, tepung mangrove dari Papua, tepung jagung dari Nusa Tenggara, dan banyak yang lain.
Dia ingin sumber pangan lokal dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Ia yakin, jika masyarakat sudah memanfaatkan pangan lokal, maka ketergantungan impor bangsa ini akan bisa dikurangi.
"Saya ingin, orang tidak hanya sekedar makan, tetapi juga mengerti dan paham tentang kearifan lokal dan sumber pangan di sekitar tempat tinggalnya," ujarnya.
Tak hanya membagi ilmu dengan orang-orang dewasa, Ambarwati melalui CV Arum Ayunya juga membagi ilmu dan semangat pada generasi muda mulai dari taman kanak-kanak hingga anak kuliahan.
Meskipun terus berbagi ilmu, Ambarwati berpegang bisnis tetap saja bisnis. Dia tetap harus memikirkan keuntungan agar usahanya berlanjut.
CV Arum Ayu yang diambil dari nama putri-putrinya itu harus terus maju sehingga ia bisa menularkan pengetahuannya pada orang lain. Untuk tetap mempertahankan pasar, dia terus berinovasi dan terus meningkatkan kualitas. Pada tataran bahan baku, dia ikut mengedukasi penyuplai tepung dari kelompok-kelompok tani di Pandeglang agar tepungnya memenuhi standar dan berkualitas.
Semangat bisnis yang turun dari neneknya, ditambah kerja kerasnya, membuatnya mampu mengelola CV Arum Ayu dengan baik.
"Saat ini saya tidak memiliki outlet tetapi lebih pada pesanan saja, dari situ hasilnya juga lumayan," katanya sambil tersenyum.
Kini seiring perjalanan waktu, Ambarwati berharap rumahnya di Kawasan Bintaro bisa menjadi pusat pelatihan dan menghasilkan wirausahawan tangguh yang mampu memanfaatkan sumber pangan lokal Indonesia.
Usaha panganan dari sumber pangan lokal, menurutnya masih memiliki pasar luas dan makin diminati. Oleh karena itu, dia terus memberi semangat pada semua orang untuk ikut terlibat dalam usaha tersebut. Semakin banyak pangan lokal yang digunakan maka impor produk luar dapat ditekan, dan masyarakat menjadi lebih sehat.
"Jangan pernah berhenti berbagi," itu prinsipnya.