Kisah Para Geisha di Era Digital

Esti Utami Suara.Com
Sabtu, 09 Mei 2015 | 07:37 WIB
Kisah Para Geisha di Era Digital
Para geisha (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Geisha, mungkin Anda pernah mendengar istilah ini. Geisha telah menjadi bagian dari budaya Jepang selama 400 tahun terakhir dan hingga kini masih bertahan. Tapi banyak dari kita yang tak tahu persis tentang kehidupan dan peran dari Geisha.

Orang sering keliru menganggap Geisha sebagai pelacur, padahal mereka sebenarnya adalah perempuan yang menjual bakat mereka untuk menghibur orang kaya dan berkuasa. Jadi bukan tubuh mereka!

Dunia Geisha memang sering tertutup bagi orang luar, dan wisatawan hanya dapat melihat sekilas kehidupan mereka. Tapi seorang fotografer asal  Spanyol telah diberikan akses untuk 'memotret' kehidupan para Geisha yang mempertahankan konvensi yang telah berusia berabad-abad.

Para perempuan muda ini harus berlatih selama bertahun-tahun sebagai Maiko, setelah diterima di rumah Geisha atau yang biasa dikenal dengan istilah Okiya. Di sini (Okiya) ini mereka akan tinggal dan diajarkan bagaimana menjadi seorang Geisha (geiko) oleh Okasan (istilah Jepang untuk ibu).

Sebelum lulus dan dinyatakan penuh menjadi Geisha, seorang Maiko harus belajar musik, tari, menggelar upacara minum teh serta bagaimana mempertahankan percakapan dengan para pelanggan bisa mengalir dengan nyaman. 

Para Maiko juga harus belajar bagaimana memainkan alat musik, merias diri serta bagaimana menjadi seorang nyonya rumah yang sempurna dan bagaimana untuk selalu membawa diri secara bermartabat.

Pada awal pelatihan mereka, para maiko ini melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari di Okiya. Mereka harus berbagi ruang dengan peserta lainnya dan membantu para Geiko berpakaian dan menyiapkan diri menerima para 'tamu'.

Mereka harus selalu menunjukkan rasa hormat untuk orang tua mereka, berlutut di lantai ketika mereka kembali untuk menyambut mereka pulang.

Para gadis ini juga diajarkan bagaimana posisi duduk yang benar -seperti ketika menghibur mereka akan sering berlutut dalam posisi yang dikenal sebagai 'seiza' dengan kaki terlipat di bawah paha mereka.

The National Post melaporkan, banyak maiko yang  berhenti sebelum akhir pelatihan karena mereka tak tahan harus hidup jauh dari kenyamanan rumah dan segala kehidupan modern.

"Pelatihan yang sebenarnya sama sekali tidak glamor. Itu adalah kerja rutin yang berat yang berlangsung hari demi hari," tulis The National Post.

Gadis-gadis itu mulai dengan salam sehari-hari,  lantas membantu orang lain berpakaian dan melakukan hal-hal di belakang layar untuk pesta makan malam, seperti pengaturan meja, selain berlatih menari dan memainkan alat, seperti drum taiko. Mereka juga dilarang bersentuhan dengan alat-alat modern. Dan ini dilakukan setiap hari.

"Dua peserta meninggalkan Okiya karena mereka tidak diizinkan menggunakan aplikasi komunikasi pada smartphone mereka, sangat menyakitkan untuk berkomunikasi dengan senior dan, di atas semua,
tidak tahan berada jauh dari keluarga mereka."

Itu sebabnya makin sedikit perempuan Jepang yang berminat menjadi Geisha, yang di masa lalu mendapat penghormatan yang begitu tinggi di kalangan masyarakat Jepang. (dailymail.com)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI