Suara.com - Saat mengunggah petisi change.org/BekukanPSSI, Desember tahun lalu, Sarani Pitor Pakan dan temannya Ganes Alyosha tak terlalu berharap ini akan mendapat sambutan sehangat ini. Meski mendesak Menpora membekukan PSSI, dua pemuda ini hanya ingin mengajak pencinta sepakbola nasional untuk bersikap lebih kritis.
"Kami meminta Bapak Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, untuk mengintervensi PSSI.
Kami tak bisa lagi berharap pada PSSI yang selama ini terbukti gagal mengelola sepak bola yang bersih dari masalah. Akibat terlalu parahnya permasalahan di tubuh PSSI, intervensi pemerintah harus berupa restrukturisasi, yaitu membuat struktur dan sistem baru yang bersih dan kompeten. Pemerintah harus membekukan kepengurusan PSSI saat ini dan mengambil alih organisasi sembari melakukan penataan ulang.
Pak Menpora, jangan takut dengan ancaman sanksi FIFA yang selama ini dihembuskan PSSI. Sanksi FIFA itu tak akan terjadi selamanya. Justru, pengasingan dari dunia internasional adalah kesempatan kita untuk memperbaiki sepak bola nasional. Beberapa negara sudah merasakan efeknya, seperti Brunei Darussalam dan Bosnia Herzegovina yang mampu berbenah setelah di-banned FIFA pada 2009 dan 2011. Bosnia lolos ke Piala Dunia 2014 dan Brunei yang tadinya sering kita bantai bisa menang dua kali atas Indonesia (2012 dan 2014)." Tulis Pitor dalam petisinya.
Maka, ketika akhirnya Menpora membekukan PSSI pada 18 April lalu, Pitor tetap tak berani mengklaim petisinyalah yang membuat Menpora mengambil keputusan ini
"Awalnya kami berpikir mendapat seribu dukungan saja sudah lumayan. Ketika akhirnya ada lebih dari 8500 orang yang mendukung, ini tentu menjadi semacam dukungan bagi Menpora untuk mengambil keputusan tegas," ujar Pitor saat berbincang dengan suara.com di kawasan Cikini, Jakarta Pusat pekan lalu.
Pemuda kelahiran 26 Agustus 1991 ini mengatakan, skandal sepakbola gajah yang dipertontonkan PSIS Semarang dan PSS Sleman, November tahun lalu, menambah gumpalan keprihatinannya pada sepakbola nasional.
Disusul kemudian dengan sederet keanehan dalam pertandingan Arema melawan Semen Padang, makin membulatkan tekad mantan wartawan di sebuah tabloid bola nasional ini untuk menggalang dukungan bagi pembekuan PSSI demi perubahan sepakbola nasional ke arah yang lebih baik.
Sudah menjadi rahasia umum, ujarnya, jika suap dan praktik pengaturan hasil pertandingan di liga Indonesia. Tapi skandal sepakbola gajah menunjukkan betapa makin lama praktik kecurangan itu makin terbuka. Tanpa tedeng aling-aling dan tak lagi malu-malu lagi.
"Di semua cabang olahraga, tim bertanding untuk menang. Ini malah berebut untuk kalah, dengan gol bunuh diri. Di mana harga diri mereka?" ujarnya geram.
Pembekuan PSSI di mata Ganes dan Pitor, adalah satu-satunya jalan untuk membenahi sepakbola nasional.
"Jika ingin membenahi sepakbola nasional, ujarnya, aktor lama harus dibabat habis. Jika tidak maka sepakbola nasional akan terus menerus seperti sekarang," papar lelaki berdarah Jawa dan Toraja ini.
Ternyata gaung dari petisi yang diunggah pada November itu nyaring terdengar. Selang dua minggu setelah memulai petisi, Pitor diminta tampil dalam acara bincang-bincang "Mata Najwa". Di acara itu, Pitor menyerahkan petisi secara langsung ke Menpora. Saat itu petisi telah didukung lebih dari 2.000 orang.
Di depan Pitor, Menpora berjanji untuk mengatasi masalah di tubuh PSSI.
Lantas, pada akhir Menpora memutuskan menunda Indonesian Super League (ISL) 2015 agar klub-klub ISL bisa diverifikasi terlebih dahulu. Puncaknya, minggu lalu, dengan dukungan lebih dari 8.000 orang, kampanye Pitor dan Ganes berhasil. Pada 18 April 2015, Menpora mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 01307 Tahun 2015.
Melalui surat itu, Menpora memutuskan bahwa seluruh kegiatan PSSI tidak diakui pemerintah, termasuk hasil kongres di Surabaya yang memilih La Nyalla Mattalitti menjadi Ketua Umum PSSI.
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan ini, Menpora akan membentuk Tim Transisi yang akan mengambil alih hak dan kewenangan PSSI sampai terbentuk kepengurusan baru yang kompeten.
Namun menurut Pitor, keputusan ini bukanlah akhir dari perjuangan. Ia mengajak seluruh pencinta sepakbola nasional untuk terus mengawal proses restrukturisasi PSSI ini hingga terbentuk sistem aturan yang bersih. Dan, ini bukanlah langkah mudah, karena mereka yang selama ini mengambil keuntuangan dari bobroknya pengelolaan sepakbola nasional akan melawan.
"Kita harus terus mengawal dan mengingatkan Menpora untuk berani mengambil keputusan dan tak pernah goyah," tegas Pitor yang kini sedang mendalami ilmu pariwisata ini.
Kecintaan Pitor pada sepakbola bersemi sejak usia sembilan tahun. Saat itu Pitor kecil sering menemani sang ayah menonton pertandingan Piala Eropa 2000. Setelah itu ia tak pernah melewatkan acara bola. Kecintaan pada bola, membuat Pitor kecil tak segan menyisihkan uang sakunya untuk membeli media bola.
Bahkan ia pernah menyimpan mimpi menjadi wartawan bola. Sedangkan kecintaan Pitor pada Tim Nasional mulai tumbuh, saat Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Piala Asia 2007.
Meski demikian, sarjana Sosiologi dari Universitas Indonesia ini, terus terang mengakui sebenarnya tak terlalu mengikuti liga lokal. Bahkan ia sempat 'puasa' untuk tidak menonton liga dalam negeri sebagai bentuk protes banyaknya 'permainan' di sana. Ia hanya mengikuti beritanya dari berbagai media.
Pitor yang lahir dan besar di Jakarta ini, akhirnya memang berhasil mewujudkan mimpinya menjadi wartawan bola. Namun hanya satu tahun bertahan. Dan kini, Pitor mengisi waktunya dengan menjadi penulis lepas di sejumlah media dan aktif di sejumlah lembaga swadaya masyarakat di sektor pariwisata.