Salah Diagnosa, Perempuan Ini Habiskan Hidupnya di Kursi Roda

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 22 April 2015 | 14:51 WIB
Salah Diagnosa, Perempuan Ini Habiskan Hidupnya di Kursi Roda
Jean Sharon Abbott setelah mendapat pengobatan L-Dopa (dailymail.co.uk)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Jean Sharon Abbott, perempuan berusia 38 tahun  ini telah menghabiskan 30 tahun hidupnya untuk melawan cerebral palsy yang disangka ia derita.  Dan ketika mengetahui bahwa dokter telah salah mendiagnosis, dan sebenarnya penyakit yang dideritanya dapat disembuhkan dengan hanya satu pil, ia mengaku tidak merasa dendam ataupun marah pada dokter yang merawatnya.

Perempuan dari  Plymouth, Minnesota, AS ini  diberitahu menderita diplegia spastik, (salah satu jenis cerebral palsy) di usia empat tahun. Tapi setelah tiga dekade menderita kejang dan lemah otot yang mengakibatkan imobilitas, serta menjalani prosedur bedah yang menyakitkan, di usia 33 dokter menyadari dia ternyata 'hanya' menderita dopa-responsif dystonia (DRD), sebuah gangguan otot yang langka, namun dapat diobati.

Suara.com - Jean, yang hampir tak bergerak selama 30 tahun, bisa berjalan menempuh jarak 10 mil atau sekitar 25 kilometer, empat bulan setelah dia diberi obat barunya, yang dikenal sebagai L-Dopa

"Jujur, aku tidak pernah punya pikiran negatif tentang apa yang saya lalui," kata Jean pada Daily Mail Online.

Yang pasti salah diagnosis ini, membuatnya harus  berada di tempat tidur untuk sebagian besar masa kecilnya. Jean mengakui, dulu ia sering berharap tidak harus berurusan dengan kekurangan fisik ini, dan tergantung pada orang lain untuk menyelesaikan tugas sehari-hari. Namun ia mengingat masih memiliki masa kecil yang fantastis dan berterima kasih untuk dukungan dari keluarga dan teman-temannya.

"Meskipun aku punya tantangan, orang tua saya yang begitu tulus mengurus saya. Saya juga punya persahabatan yang indah, semua pengalaman ini membuat saya menjadi diri saya hari ini," ujarnya.

Jean pertama kali didiagnosis menderita diplegia spastik berdasarkan teori yang ada di buku kedokteran. Padahal hasil MRI dan CAT scan tidak menunjukkan gejala khas gangguan tersebut. Dan karena dokter saraf yang menanganinya dianggap salah satu yang terbaik di lapangan, pendapat dokter kedua tidak  menghasilkan kesimpulan lainnya.

"Saya telah diperiksa salah satu dokter terbaik di negeri ini, dan orang tua saya bahkan membawa saya ke rumah sakit terkemuka di AS untuk pendapat kedua. Mereka mengkonfirmasi diplegia spastik diagnosis," kenangnya.

Jean mengatakan dia tidak pernah mempertanyakan diagnosis awal dan memilih untuk menerimanya untuk fokus pada hidupnya dan melakukan yang terbaik dengan kondisinya. Dan kini, ketika ternyata dia telah salah didiagnosis Jean hanya bisa bersyukur tanpa pernah menyesalinya. (dailymail.co.uk)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI