Hasil survei yang dilakukan Indonesia Indicator (I2) menunjukkan 100 nama perempuan paling berpengaruh di media, didominasi pejabat dan artis, disusul oleh figur politisi.
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang saat memaparkan hasil penelitian bertajuk "Perempuan dalam Framing Media", di Jakarta, Selasa (21/4/2015) mengatakan, latar belakang pejabat, politisi, profesional, dan pengamat menunjukkan bahwa media tidak lagi melihat perempuan dari aspek sensasi melainkan dari aspek sebagai penentu kebijakan dan 'common good'.
"Sepuluh nama figur perempuan yang memberikan pernyataan terbanyak di publik merupakan sosok pembuat wacana kebijakan publik dan politik," paparnya.
Ia menambahkan, jika dilihat dari figur, perempuan yang terpopuler dan perempuan berpengaruh merupakan sosok pembuat wacana kebijakan publik atau politik. "Bisa jadi karena tahun ini adalah tahun politik, di mana banyak terjadi event politik," imbuhnya.
Situasi menjadi berbeda, ketika Indonesia Indicator melakukan penelitian di media berdasarkan topik perempuan atau wanita. Dalam setahun terakhir, segala berita yang memberitakan (menyebutkan) kata wanita atau perempuan berjumlah 224.576 berita.
Pada penelitian ini, isu kecantikan mendominasi sebanyak 10,3 persen, disusul isu kekerasan 10,1 persen, serta seks sebanyak 5 persen.
"Dilihat dari sisi isu, perempuan masih diposisikan sebagai objek pemberitaan daripada subjek pemberitaan. Isu pemberdayaan, konferensi, dan perdamaian masih sangat kecil," tegas Rustika.
Menurut dia, aspek fashion dan violence (terutama terhadap perempuan) ternyata masih merupakan 'genre' berita perempuan yang masih memiliki daya tarik tersendiri bagi media.
"Tubuh perempuan, berdasar framing media, terhimpit antara masifnya industri kecantikan di satu sisi serta objek kekerasan fisik di sisi lainnya. Pertanyaannya, apakah kecantikan dan kekerasan terhadap perempuan merupakan dua sisi dari koin yang sama?" kata Rustika. (Antara)