Mengapa Lebih Banyak Bayi Laki-laki Lahir Setelah Perang?

Esti Utami Suara.Com
Kamis, 02 April 2015 | 06:31 WIB
Mengapa Lebih Banyak Bayi Laki-laki Lahir Setelah Perang?
Ilustrasi (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ada sebuah fenomena menarik dari penelitian yang dilakukan Prof David Spiegelhal, terkait kelahiran. Bayi laki-laki lebih banyak yang lahir setelah perang. 

Meneliti rasio anak laki-laki perempuan yang lahir pada tahun 1838 sampai saat ini, terungkap beberapa fluktuasi menarik.  Secara khusus, pada tahun 1919 dan 1944 menunjukkan bahwa lebih banyak bayi laki-laki yang lahir pada akhir perang. Tren ini ditemukan di Inggris dan banyak negara di Eropa.

Sementara ada orang-orang yang percaya kekuatan yang lebih besar bekerja untuk 'menggantikan' mereka yang gugur saat perang. Namun ada penelitian yang lebih luas dalam fenomena aneh ini dan beberapa penjelasan yang lebih ilmiah.

Salah satunya adalah bahwa evolusi telah memungkinkan perempuan untuk memiliki lebih banyak anak laki-laki pada saat kerugian besar dialami laki-laki. Ini yang terjadi di masa perang.

Tapi, penjelasan yang paling masuk akal adalah bahwa jenis kelamin janin dipengaruhi oleh kadar hormon orang tua pada saat pembuahan.  Hal itu bisa dijelaskan sebagai berikut. Masa subur puncak bagi seorang perempuan adalah sekitar dua hari sebelum ovulasi. Tetapi jika pasangan lebih banyak berhubungan seks mereka lebih cenderung untuk hamil sebelum perempuan mencapai puncaknya.

Jadi selama dan setelah perang besar, seks telah menjadi berdesakan dalam periode singkat cuti. Jadi beberapa dari mereka akan memaksimalkan peluang untuk bercinta dengan serangan intens aktivitas, dengan kurang mempertimbangkan siklus si perempuan.

"Jadi konsepsi lebih mungkin terjadi di awal masa subur dan karena itu memberikan kesempatan lebih tinggi memiliki anak laki-laki," ujar Prof David Spiegelhalter.

Teori ini didukung oleh puncak lain untuk anak-anak di Inggris pada tahun 1973. Sementara tidak ada perang, ini adalah ketika usia rata-rata perempuan di pernikahan adalah pada titik terendah, 21 tahun. Dan ada lonjakan kehamilan remaja.

Itu adalah waktu aktivitas seksual yang intens di kalangan kaum muda. Hubungan seks yang dilakukan buru-buru memproduksi lebih anak laki-laki. (dailymail.co.uk)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI