Suara.com - Apa yang Anda bayangkan, jika mendengar kata musang? Bisa jadi jawabannya, musang adalah binatang liar yang keluar di malam hari.
Jawaban itu tidak salah. Musang atau luwak memang punya dua kontroversi di masyarakat. Binatang nokturnal ini, bagi sebagian kalangan dianggap penting karena menguntungkan secara ekonomi. Tapi, ada pula yang menganggapnya hama karena sering memangsa unggas, seperti, ayam, dan bebek.
Di Aceh, anggapan musang sebagai hama kian redup. Di daerah ini, sebagian masyarakat mulai menyadari bahwa hewan yang hidupnya di daratan ini merupakan mamalia yang bersahabat, lincah, menarik, dan memiliki nilai ekonomi. Maka tak heran jika kemudian mulai dijadikan peliharaan, sejajar dengan kucing maupun anjing.
Adalah Komunitas Musang Lovers Aceh yang mengampanyekan hewan yang warnanya coklat maupun belang-belang ini harus dilestarikan. Komunitas yang memiliki dua puluhan anggota ini kian gencar mengedukasi masyarakat Aceh agar jangan membunuh mereka.
"Komunitas Musang Lovers Aceh ini sebenarnya regional dari komunitas Musang Lovers Indonesia yang udah nasional yang ada di Pulau Jawa. Kita udah dua tahun di Aceh, kita bergerak dari kawan-kawan pecinta hewan juga dan kita coba pelihara musang untuk melestarikan musang," kata Ketua Komunitas Musang Lovers Aceh, Muhammad Fadhil, saat ditemui suara.com, Selasa (17/3/2015).
Kata dia, tujuan komunitas ini sebenarnya cukup sederhana. Fadhil dan kawan-kawan ingin agar prasangka masyarakat yang menyebut musang sebagai hama bisa berubah. Mereka ingin musang menjadi hewan yang dapat dipelihara atau dirumahkan.
"Jadi tujuan kita sebenarnya ingin merumahkan musang. Artinya menjadikannya itu hewan peliharaan domestik kayak kucing dan anjing," ujarnya
Agar musang tak menjadi liar, kata Fadhil, mereka harus dipelihara sejak masih bayi. Dengan perawatan ekstra, pola kehidupan mereka yang liar bisa berubah.
Di Aceh, jenis musang yang dipelihara terdiri, umumnya jenis pandan, bulan, akar, dan tenggalung.
"Musang bulan Aceh paling terkenal di Indonesia. Di pulau Jawa itu memang mencari-cari. Kalau untuk musang-musang liar kita tidak anjurkan pelihara, musang liar biarkan di alam, tapi yang bayi biarkan sama kita, kita pelihara sama kita," katanya.
Pemeliharan hewan ini, kata Fadhil, juga untuk menghindari kepunahan.
"Artinya begini, nanntinya kalau musang ini ada kemungkinan untuk punah atau lainnya, kita musang Lovers Aceh atau Musang Lovers Indonesia masih punya yang sudah diperanakan, yang sudah diternakkan di Indonesia, yang sudah domestik yang bisa dipelihara dan bisa menghasilkan dari segi bisnis dan gak lagi mengambil dari alam. Karena untuk pertamanya kita ambil dari alam," katanya.
Sebab itu, kata dia, saban Minggu komunitas melakukan gathering di pusat-pusat keramaian sambil membawa musang. Gathering dimanfaatkan sebagai ajang memperkenalkan musang kepada masyarakat.
"Setiap minggu kita gathering di tempat yang rame- kan nanya orang, ini musang ya, ya kita jelaskan, musang ini jinak bisa dipelihara dan segala macam. Sebenarnya musang gak makan ayam, tapi ayamnnya salah tempat pemeliharaan," ujarnya.
Kata dia, gathering dengan membawa musang memberikan hasil positif. Masyarakat semakin mengetahui persoalan musang. Bahkan, beberapa yang waktu lalu, kata dia, masyarakat yang berhasil menangkap musang langsung menyerahkannya kepada komunitas Musang Lovers.
"Ada beberapa kali yang menelpon saya, kasih musang liar, saya lepas liarkan kembali ke alamnya. Ada yang kasih musang jinak, ya kita kasih untuk kawan-kawan untuk dipelihara," ujarnya.(Alfiansyah Ocxie)