Batu 'Kampung' Itu Kini Berharga Jutaan

Esti Utami Suara.Com
Jum'at, 13 Maret 2015 | 05:24 WIB
Batu 'Kampung' Itu Kini Berharga Jutaan
Batu-batu Idocrase yang cantik. (suara.com/Alfiansyah Ocxie)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dua jenis batu cincin itu melekat di jemari tangan kanannya. Yang satu berwarna kecoklatan, bening dan berkilau. Satunya lagi hijau, juga bening dan mengkilap. Kedua batu terlihat seperti memiliki air yang mengintari di dalamnya. Memesona dan Indah.

"Ini Solar yang super, sedangkan satunya lagi "Idocrase," kata lelaki bernama Aidil Saleh itu.

Memang ada perbedaan warna yang mencolok antara kedua batu itu. Akan tetapi keduanya merupakan batu yang berasal dari keluarga yang sama yaitu Idocrase.

Aidil adalah seorang pemilik toko di pusat batu giok Ulee Lheu, Banda Aceh. Ia mulai menekuni bisnis batu akik sejak 2011 silam. Ditemui Rabu (11/3/15) siang, Aidil bersama para pekerja tengah menawarkan berbagai jenis batu kepada para konsumen.

Di tokonya seukuran 2x2 meter, Aidil memajang berbagai jenis bongkahan batu yang dapat dibeli siapa saja. Bongkahan batu disusun di atas rak-rak hingga membentuk huruf U. Sebagian di antaranya diletakkan di lantai.

Bahan-bahan lain ada juga yang ditaruh di dalam mangkuk berisi air. Semua tersusun rapi di meja di bagian dalam, di sudut kiri dan kanan toko. Warna bongkahan batu itu beragam, ada yang hitam, hijau, oranye hingga kekuningan.

Sedangkan batu-batu cincin siap pakai, baik akik maupun giok ditempatkan pada steling/rak kaca di bagian depan toko. Di dalam rak itu, ada juga berbagi jenis gagang cincin dengan berbagai ukuran.

"Batu dan gagang ini semua dijual. Harganya bervariasi," jelas Aidil.

Demam giok memang bukan baru saja dimulai. Sejak tahun 2013, giok mulai merambah seluruh masyarakat Aceh. Tak hanya mereka yang tua, Giok dan batu akik lainnya juga diminati kalangan muda, bahkan anak-anak pun menggandrunginya.

Aidil, pemuda 31 tahun sebagai contoh. Dia berani beralih ke bisnis batu akik dan giok, setelah usaha air minum yang dikelolanya meredup. Perlahan-lahan, melalui sistem online (internet) dan informasi kawan ke kawan, Aidil menjajakan batu-batu dari Aceh.

Melihat minat dan perkembangan bisnis batu semakin bersinar, Aidil lantas semakin yakin akan bisnis batu. Ia mulai serius mengelola dan mencari batu dari berbagai daerah penghasil batu yang ada di Aceh.

"Saya suka, tapi selain suka, saya pikir ini juga prospek untuk bisnis dan sangat menjanjikan," ujarnya.

Alasan ini membuatnya berani mengembangkan sayap dan membuka toko batu di awal November 2014. Aidil mengaku jatuh cinta pada warna batu yang sangat menarik.

"Keindahan batu itu dari warna dan fenomena-fenomena yang timbul di dalamnya. Keindahan, koleksi dan bisnis," tutur Aidil.

Booming batu di tahun 2013, kata dia, bermula dari ditemukannya Idocrase dengan kualitas super di Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya. Para pencari batu kemudian menjual batu-batu tersebut dengan harga yang sangat murah. Sehingga batu-batu itu beredar ke seluruh daerah bahkan hingga keluar Aceh.

"Awal tahun 2013 keluar Idocrase yang bergiwang, punya kekristalan yang bagus di Nagan Raya. Dijual dengan harga murah. Ini yang membuat booming," ucap Aidil.

Mulanya, bahan Idocrase dengan kualitas super dijual seharga Rp400 ribu per kilogram. Sedangkan perbiji ketika menjadi batu cincin, dijual seharga Rp300 ribu. Dengan harga seperti itu, kata Aidil, siapa saja penggila batu tentu akan membeli.

"Penampung besar saat itu kan dari luar semua. Mereka berani membayar batu-batu tersebut dengan harga begitu. Makanya saat ini batu-batu itu (Idocrase super) langka dan harganya selangit," terang Aidil.

Di Aceh, kini harga batu jenis Idocrase dengan kualitas terbaik (super) memang tergolong tinggi, bahkan mencapai puluhan juta rupiah. Selain faktor kelangkaan, Idocrase juga telah mendapatkan tempat di hati para penggemar batu.

Kekuatan batu Idocrase mencapai 7 skala Mohs. Kemudian batu tersebut juga memiliki dimensi dan ukuran yang baik, bias warna, klep atau giwang (bias air) yang tak sama dengan batu dari daerah lain di Indonesia.

"Idocrase Aceh mempunyai bias yang lebih besar dan tebal, gradasi warna merata, bersih dan jarang berkapur," ujarnya.
 
Oleh sebab itu pula, untuk pertama kalinya dalam kontes batu di GOR Ciracas, Jakarta Timur, sebiji batu cincin Idocrase super terjual dengan harga Rp50 juta. Harga tersebut mempengaruhi kondisi pasar batu hingga kini. Untuk bahan kualiatas terbaik, Idocrase saat ini dijual senilai Rp 250 juta per kilogram.

Sedangkan untuk batu yang telah diasah atau siap pakai, dijual dengan harga Rp50 juta per biji bagi yang kualitas nomor wahid. Untuk kualitas nomor dua atau biasa, harganya juga lumanyan tinggi. Sebiji batu dibanderol di kisaran harga Rp2 juta.
 
Beberapa waktu lalu, ungkap Aidil, salah seorang pengusaha batu asal Aceh bahkan berhasil menjual bahan Idocrase senilai Rp2,5 miliar dengan berat 20 kilogram.

"Ini fenomena yang sangat luar biasa saya kira. Batu-batu ini telah mengenjot perekonomian Aceh," katanya.

Buktinya, kini hampir semua daerah di Aceh, memiliki tempat penjualan batu. Bahkan tak sedikit orang yang menjajakan batu di pinggir-piggir jalan. Banyak orang yang diuntungkan dari bisnis ini. Aidil sendiri mengaku, bisa meraup puluhan juta rupiah per bulan dari hasil penjualan batu.

"Pemasukan dari penjualan ini (batu-batu mulia) sekitar Rp50 juta per bulan," ungkapnya.(Alfiansyah Ocxie)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI