Suara.com - Legenda atau cerita ajang mencari jodoh pada momen perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro, Palembang, Sumatera Selatan, hingga kini masih dipercayai oleh sebagian warga keturunan Tionghoa.
Setiap perayaan cap gomeh yang dipusatkan di pulau yang berlokasi di tengah Sungai Musi itu, warga Tionghoa dari penjuru Tanah Air, khususnya kaum muda-mudi, berduyun-duyun datang ke sana dengan harapan dapat bertemu jodoh.
Menurut Ketua Panitia Penyelenggara Cap Gomeh Candra Husin, tradisi mencari jodoh di balik perayaan Cap Gomeh telah berlangsung sejak 300 tahun silam. Warga Tionghoa khususnya kaum muda-mudi meyakini dengan perayaan keagamaan di Klenteng Hok Ceng Bio digelar di Pulau Kemaro akan dipertemukan dengan jodohnya.
Di kelenteng yang dapat dicapai dengan menggunakan sampan motor (sampan bermesin-red) dari dermaga PT Pusri Palembang ini, keturunan Tionghoa akan melakukan ritual sembahyang dan memohon kepada Sang Pencipta.
Biasanya setiap kali perayaan Cap Go meh, pemerintah kota Palembang Cap Gomeh menyediakan alat transportasi air itu bagi para pengunjung secara gratis. Chandra menambahkan di daratan Cina, perayaan Cap Go Meh adalah ajang bagi muda-mudi cari jodoh.
"Dulu anak anak perempuan tidak boleh ke luar rumah, hanya saat perayaan Cap Gomeh baru diizinkan boleh bertemu dengan anak laki-laki untuk saling mengenal," terang Candra.
Dengan ada kisah atau cerita untuk peruntukan jodoh maka setiap perayaan Cap Go Meh datang ke sini memohon supaya dipertemukan jodoh, kata Susanto, salah satu pengunjung dari Jambi.
Sedangkan Diah, pengunjung dari Palembang menuturkan, di Pulau Kemaro ada pohon cinta, kalau menulis nama pria idaman maka hubungannya akan menjadi langgeng dan menjadi jodoh.
Kepercayaan ini berdasarkan kisah sepasang kekasih di Pulau Kemaro. Menurut legenda itu, Tan Bu An terjun ke Sungai Musi mencari guci yang dikira sawi asin berisikan emas pemberian orang tuanya, setelah mempersunting putri Palembang bernama Siti Fatimah.
Setelah melihat kekasihnya tak kunjung muncul ke permukaan sungai, sang putripun ikut terjun ke Sungai Musi dan hingga sekarang kedua sijoli itu tak pernah terlihat lagi. Dari tempat dua sejoli ini terjun, maka muncullah pulau kecil yang tak tenggelam saat Sungai Musi airnya pasang sekalipun, sampai sekarang dikenal dengan nama Pulau Kemaro.
Menurut Candra, tradisi serta legenda inilah menjadi daya tarik tersendiri bagi etnis Tionghoa baik di Indonesia maupun luar negeri seperti Singapura, Malaysia dan Hongkong. Banyak wisatawan yang khusus datang ke Pulau Kemaro untuk merayakan Cap Go Meh.
Setiap tahun, tak kurang dari 70 ribu pengunjung yang sebagian besar warga keturunan Tionghoa datang untuk merayakan Cap Go Meh.
Terlebih lagi di Pulau Kemaro selain kelenteng, juga terdapat pagoda setinggi 45 meter menjadi destinasi wisata yang dicanangkan pemerintah sebagai ajang promosi Kota Palembang. (Antara)
Di Pulau di Sungai Musi Ini, Mereka Menemukan Jodoh
Esti Utami Suara.Com
Rabu, 04 Maret 2015 | 12:01 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Asyik, Ada Pertunjukkan Barongsai Hingga Promo Kuliner Cap Go Meh di Kebun Raya Bogor Weekend Ini!
25 Februari 2024 | 05:15 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 22:00 WIB
Lifestyle | 21:07 WIB
Lifestyle | 20:46 WIB
Lifestyle | 19:52 WIB