Menikmati Sate Ikan Blue Marlin di Pesisir Barat

Ardi Mandiri Suara.Com
Senin, 23 Februari 2015 | 04:12 WIB
Menikmati Sate Ikan Blue Marlin di Pesisir Barat
Blue Marlin. (Shutterstocks)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setiap daerah di Indonesia memiliki daya pikat sendiri untuk menarik para pengunjung dan calon pengunjung, baik wisatawan lokal maupun luar negeri.

Tidak terkecuali, salah satu kabupaten yang baru berdiri pertengahan 2013 di Provinsi Lampung, yaitu Kabupaten Pesisir Barat yang berpisah dari kabupaten induknya, Lampung Barat.

Kabupaten baru yang hingga tiga tahun ini dipimpin Bupati Kherlani itu memiliki ikon yang bisa menjadi ciri khas daerah sekaligus memikat pengunjung, yakni ikan Blue Marlin, dimana warga setempat sering menyebutnya sebagai Ikan Tuhu atau Ikan Tuhuk.

Bahkan, untuk mempermudah menjelaskan kepada anak-anak, ada warga yang menyebutnya "Ikan Indosiar", mungkin karena ikan itu bisa terbang dan menjadi salah satu logo stasiun televisi swasta nasional.

Meski Provinsi Lampung, sebagai "pintu gerbang" keluar-masuk Pulau Jawa-Sumatera memiliki kawasan pantai yang sangat panjang, baik di kawasan timur, selatan, dan barat, namun tidak banyak memiliki perairan yang menghasilkan ikan Blue Marlin yang sering ditangkap nelayan itu.

Ikan Tuhuk belakangan selain masih banyak ditangkap oleh nelayan di Pesisir Barat, juga di kawasan pantai Kabupaten Tanggamus, Lampung, keduanya memang memiliki areal tangkapan nelayan yang berhadapan langsung dengan lautan bebas dan amat luas, yakni Samudara Indonesia, atau Samudera Hindia.

Jika kita bekunjung ke Kota Krui, Ibu Kota Kabupaten Pesisir Barat, di pusat kota akan terlihat jelas sebuah tugu menyerupai ikan Blue Marlin ukuran besar, yang moncong mulut bak tombak yang panjang dan tajam khas mulut ikan itu menjulang ke angkasa.

Tugu itu menambah daya pikat tersendiri, sehingga semakin mengundang selera bagi setiap pengunjung untuk segera melihat, atau menyantap daging ikan yang tergolong semakin langka itu.

Lengkapi Kunjungan Bupati Pesisir Barat Kherlani yang sebelumnya pernah menjabat Wakil Wali Kota Bandarlampung, dan menduduki kursi beberapa dinas dan biro di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung, selalu mempromosikan keunggulan daerahnya pada setiap kali acara, rapat-rapat dan kegiatan, utamanya yang pesertanya dari luar daerah atau pemerintah pusat.

"Kalau pergi ke Pesisir Barat belum makan sate atau gulai (sayur) ikan Blue Marlin, itu namanya belum ke Pesisir Barat. Dan kalau ingin menyantap sate ikan Blue Marlin, ya pergilah ke Pesisir Barat," kata Kherlani, yang dilantik sebagai Bupati di Kantor Kemendagri, Jakarta, 22 April 2013 itu.

Ajakan dan promosi itu juga diikuti oleh pejabat di bawahnya, baik tingkat sekretaris daerah, para asisten, serta kepala dinas, atau badan, utamanya pejabat terkait promosi potensi daerah, yakni Dinas Kominfo dan Bagian Hubungan Masyarakat (Humas), serta tentu didukung penuh oleh media massa setempat.

Ikan Tuhuk, menurut nelayan setempat, Haryadi (45), selalu ada setiap hari hasil tangkapan nelayan di pantai barat Pesisir Barat, yang berjarak sekitar 350 KM arah barat laut, atau perjalanan sekitar lima hingga enam jam dari Kota Bandarlampung, Ibu Kota Provinsi Lampung.

Namun, karena ikan itu hidup di perairan laut lepas, area tangkapannya relatif agak jauh dari pantai, maka alat yang digunakan juga harus memadai.

"Ikan Tuhu itu apalagi yang besar ganas, bisa terbang. Jadi kalau tidak hati-hati bisa menerjang badan kita dan sangat bahaya, karena moncong mulutnya menyerupai tombak panjang dan tajam," katanya.

Bahkan, salah satu nelayan di kawasan Teluk Kiluan, Kabupaten Tanggamus, mengaku perlu waktu hampir lima jam untuk menaklukkan ikan Blue Marlin seberat sekitar 50Kg yang menyangkut di pancingnya, karena harus menunggu tenaganya hilang, atau lemas.

"Saya pernah memancing ikan Tuhu, hampir setengah hari baru tertangkap, karena setelah nyangkut di pancing dia bergerak terus dan harus kita ikuti. Baru setelah lemas, tenaganya habis bisa kita angkat ke perahu," kata Rusli, nelayan di Teluk Kiluan, sekitar 75 Km sebelah selatan Kota Bandarlampung.

Meski untuk mendapatkannya relatif sulit, namun harga daging ikan Tuhu relatif tidaklah mahal dan bisa didapatkan serta dinikmati dengan mudah di beberapa warung makan di Pesisir Barat.

Sebuah rumah makan sederhana di dekat pintu masuk Bandara Pekon Serai, Krui, Pesisir Barat, misalnya, jika nasib baik kita bisa mampir ke sana melihat langsung ikan Tuhu itu sedang dikuliti, diiris-iris dagingnya yang segar dan memerah, lalu selanjutnya dimasak sesuai pesanan pembeli, seperti digulai (sayur santan), digoreng, atau disate.

Harga satu tusuk sate ikan Tuhu juga tidak mahal, hanya sekitar Rp1.500 sampai Rp2.000 isi lima iris, atau Rp15.000 hingga Rp20.000/10 tusuk, tergantung besar dan banyak isi dagingnya.

Setelah disate, pembeli bisa memesan lagi sesuai selera, apakah akan menggunakan bumbu kacang atau kecap, pedas atau sedang, dan selanjunya akan dibungkus untuk dibawa pulang untuk keluarga, untuk oleh-oleh atau tidak.

Tentu, harga daging ikan Tuhu itu jauh lebih mahal ketika sudah sampai di Pusat Kota Bandarlampung.

Di Bandarlampung ada rumah makan yang menyediakan aneka steak, baik steak daging ayam kalkun, daging sapi, bebek, bahkan steak daging Ikan Tuhu, tentu dengan harga yang sudah mencapai puluhan ribu per porsinya dibandingkan di Krui.

Tidak itu saja, Pesisir Barat yang memiliki pelabuhan potensial dikembangkan menjadi Pelabuhan Samudera, juga memiliki sejumlah objek wisata budaya, kearifal lokal, wisata alam, taman nasional, seperti masih bertahannya ratusan hektare pohon dan kebun damar, yang memproduksi getah damar, salah satu komoditas ekspor andalan Provinsi Lampung.

Pada skala nasional, bahkan internasional, di Kabupaten Pesisir Barat terdapat objek wisata Pantai Tanjung Setia, yang amat digandrungi para wisatawan asing petualangan, karena memiliki ombak pantai yang tinggi dan panjang, sangat cocok untuk olahraga dan wisata selancar.

Pada bulan-bulan tertentu, banyak turis asing, baik dari Amerika, Australia, Belanda, dan lainnya yang berada di sana bukan hanya untuk satu atau dua tiga malam, tapi sekali datang bisa bertahan satu hingga dua bulan.

"Kalau lagi musim ombak, turis asing yang ke sini bukan hanya bermalam sehari dua hari, tapi bisa satu bahkan ada yang dua bulan," kata warga setempat, Rinaldi (50).

Para turis asing itu selain bermalam di tempat-tempat penginapan yang telah tersedia di tepi pantai sedemikian rupa, dan bisa mendengarkan deburan ombak selama 24 jam, juga banyak yang tinggal di rumah-rumah penduduk.

"Bahkan, bule-bule yang ke sini tidak membeli sepeda motor sendiri, tetapi menyewa motor-motor warga setempat untuk lalu lintas dan mengangkut papan selancarnya pergi dan pulang dari pantai, sehingga menjadi penghasilan tersendiri bagi warga setempat," kata warga Pesisir Barat lainnya, Taruna Jaya.

Aset Alami Pemerintah Provinsi Lampung berkomitmen akan mengembangkan Kabupaten Pesisir Barat dengan berfokus pada aset alami, yakni pengembangan pariwisata bahari, termasuk pembangunan marina dan konservasi hutan, serta tata guna lahan berbasis kehutanan dan pertanian.

"Basis kehutanan di kaki bukit Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan pertanian lahan basah dimanfaatkan di sepanjang pesisir pantai," kata Kepala Bappeda Lampung Fahrizal Darminto di hadapan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo, awal Februari 2015.

Pada pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Alan, investor marina dari Singapura.

Menurut Fahrizal, terdapat lima zona potensi pengembangan yang teridenfikasi memiliki karakter unik di Kabupaten Pesisir Barat itu.

Zona 1 di gerbang selatan (Kotajawa) terletak di gerbang Pesisir Barat dari arah timur dan selatan; Zona 2 destinasi surfing (Pantai Tanjung Setia); Zona 3 pusat komersial dan pariwisata (Kota Krui); Zona 4 resor pantai dan bukit (Labuhan Jukung sampai Tembakak), dan zona 5 eko wisata (Pugung Tampak dan Muara Tembulih).

Daya tarik utama Kabupaten Pesisir Barat, yaitu darat dan akuatik/laut. Potensi darat terletak di sepanjang Taman Nasional Bukit Barisan hingga ke timur.

Daya tarik laut berada di sebelah utara sepanjang pesisir barat berupa pantai, situs menyelam, berselancar, dan kehidupan laut.

Dengan kondisi tersebut, katanya, Pesisir Barat dapat menjadi destinasi pariwisata kelas dunia.

Kabupaten ini juga berpotensi sebagai model pengembangan ekowisata terintegrasi dengan kekayaan sumber daya alam lainnya, serta model untuk resor dan pengembangan masyarakat sekitar.

"Pesisir Barat juga dapat dinominasikan sebagai peserta Taman Laut UNESCO, karena kekayaan alam lautnya," kata Fahrizal, didampingi kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Lampung, Sumarju Saeni.

Guna mewujudkan itu semua, pemerintah harus meningkatkan aksesibilitas dengan memperbaiki infrastruktur jalan dan bandar udara saat ini, termasuk perluasan Krui Airstrip. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI