Di penghujung tahun 2014 lalu, tiga perempuan Indonesia dianugerahi sebagai perempuan paling inspiratif alias "Women of Worth 2014" oleh sebuah produsen kosmetik dari Perancis. Salah satu perempuan itu adalah Valencia Mieke Randa. Dia adalah penggagas gerakan donor darah #BloodforLife yang juga tengah merintis Rumah Harapan, rumah singgah bagi anak kurang mampu yang menderita penyakit serius.
Ketika bertemu dengan suara.com di sebuah sore pekan lalu, Valencia, demikian perempuan kelahiran Makassar ini biasa disapa, mengajak enam anak yang dirawat di Rumah Harapan. Anak-anak itu menderita beragam penyakit yang tak bisa disebut penyakit ringan. Kanker, kelainan jantung, kelainan pembuluh darah adalah sebagian penyakit yang diderita anak-anak itu. Namun bersama Valencia, mereka terlihat begitu ceria seoalah tak ada yang salah dengan tubuh mereka.
"Senang bisa membuat mereka bahagia dan bersemangat untuk sembuh," ujar Valencia mengawali perbincangan di sela kegiatan donor darah yang dihelat di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Kasablanka, Jakarta Selatan itu.
Lantas, dari bibirnya yang bersaput sewarna dengan syal yang ia kenakan, mengalirlah kisah tentang berbagai kegiatan sosial yang dilakoni alumnus Teknik Mesin Universitas Indonesia ini.
Sebelum mengabdikan diri sepenuhnya di kegiatan sosial, Valencia adalah seorang perempuan dengan karier cemerlang. Di usianya yang relatif masih muda ia telah menduduki level manajer. Lantas pada 2009, ibunya sakit keras dan harus menjalani operasi. Operasi sempat tertunda, karena sang ibu kesulitan mendapatkan darah. Ternyata hal yang sama juga dialami banyak pasien lainnya.
Berangkat dari pengalaman ini, maka ia menggagas #BloodforLife. Sebuah lembaga nirlaba yang berupaya menjembatani mereka yang membutuhkan darah dan mereka yang ingin menyumbangkan darahnya namun tak tahu harus pergi ke mana. Lewat media sosial, Valencia menyediakan 'wadah' komunikasi antara kedua pihak ini.
"Ternyata tanggapannya sangat positif. Banyak orang yang membutuhkan darah atau ingin menyumbangkan darah datang ke #BloodforLife," terangnya.
Namun, karena kesibukan pekerjaan Valencia sempat 'menelantarkan' #BloodforLife. Ia bahkan sempat vakum alias sama sekali meninggalkan kegiatan sosial dan fokus menekuni pekerjaannya. Hingga Tuhan mengingatkanya dengan sebuah kejadian.
Saat itu, ujar Valencia, ada seorang bapak yang putrinya dalam kondisi kritis menghubungi dirinya untuk meminta bantuan mencari golongna darah yang dibutuhkan. Karena sibuk oleh pekerjaan, Valencia mengabaikan panggilan itu. Ia baru menelepon kembali sang Bapak, sehari kemudian. Namun semua sudah terlambat. Nyawa sang anak tak bisa diselamatkan karena operasi tertunda akibat kesulitan mendapatkan darah.
"Rasanya saat itu hati saya seperti ditikam belati. Selama beberapa malam saya tak bisa tidur," ujarnya menyesali.
Meninggalnya sang ibu pada awal 2011, menjadi pengingat lain yang menguatkan panggilan jiwanya. Bagaimana sang ibu dikenang teman-temannya menyadarkan perempuan mengaku suka mendengarkan musik easy listening ini, bahwa ketika mati seseorang tak akan membawa apapun miliknya selain amal dan kebaikannya.
Valencia mengenang, titik balik itu terjadi pada Februari 2011. Meski ia sempat ragu untuk seratus persen meninggalkan pekerjaannya. Namun ia juga sadar, bahwa tak mungkin ia serius menjalankan kegiatan sosialnya jika ia masih disibukkan dengan pekerjaan.
"Saya dididik bahwa perempuan itu harus memiliki pendapatan sendiri agar bisa mandiri," ujarnya.
Namun akhirnya ia bulat meninggalkan pekerjaannya, dan fokus ke kegiatan sosial. Dan ternyata, banyak hal positif yang dipetik dari keputusan ini. Ia tak hanya punya lebih banyak waktu untuk berbagi, tapi juga memiliki lebih banyak untuk keluarga, untuk diri sendiri juga untuk Tuhan.
Maka setelah itu, berturut-turut ia mendirikan Three Little Angel (2011) yang mendorong anak-anak tak mampu untuk semangat bangkit dari kondisinya. Lantas pada 2012, ia mendirikan Little Step. Lewat lembaga ini ia mengajak orang untuk melakukan langkah kecil yang bisa berdampak besar bagi banyak panti asuhan di Jakarta.
"Misalnya memberikan sepatu yang sudah kekecilan untuk anak-anak panti. Mungkin benda kecil sangat berguna bagi anak-anak yang membutuhkan," ujarnya.
Dan, Rumah Harapan bisa dikatakan sebagai momen puncak yang dilakukan Valencia. Meski diakui, jalan yang harus ditempuhnya tak bisa dibilang mudah. Ia sempat putus asa, ketika sejumlah perusahaan besar tak melirik proposal yang diajukannya.
Akhirnya perempuan yang bermimpi bis amengikuti jejak Bunda Teresa ini memutuskan nekad ketika seorang pemilik rumah di Kawasan Tebet memberinya keringanan untuk menyewa rumahnya untuk dijadikan rumah singgah bagi mereka yang kurang mampu. Seperti mukjizat, ketika ia nekad memutuskan untuk jalan terus dengan rencananya, akhirnya banyak pihak yang membantu. Ada yang menyumbang kasur, cat atau matras. Maka, jadilah Rumah Harapan seperti sekarang.
Sebuah rumah yang memberikan harapan bagi mereka yang kurang mampu dan ditimpa kesusahan. Banyak sudah orang yang terbantu dengan keberadaan Rumah Harapan ini. Namun Valencia belum merasa puas. Ia ingin, lima tahun dari sekarang ia bisa memiliki rumah sakit yang menyediakan pengobatan gratis bagi mereka yang tak mampu. Ia juga ingin, Rumah Harapan atau #BloodforLife memiliki usaha yang mendatangkan keuntungan.
"Agar ketika tak ada yang datang membantu, kami bisa tetap membantu orang lain," ujarnya.
Perempuan yang lebih senang disebut sebagai ibu rumah tangga ini juga ingin terus mengabdikan sisa hidupnya untuk terus mengajak orang agar senang berbagi. Karena, ujarnya, berbagi itu nikmat dan juga membahagiakan diri sendiri. Dan berbagi itu bisa dilakukan secara sederhana.
"Jika tak punya uang, maka Anda bisa menyisihkan waktu dan tenaga. Atau bahkan membagi darah dan barang-barang yang tak lagi Anda butuhkan. Ada banyak cara sederhana untuk membantu orang lain," ujarnya mengakhiri perbincangan kami petang itu.