Biar Bekas Tapi Tetap Bermerek

Selasa, 27 Januari 2015 | 13:08 WIB
Biar Bekas Tapi Tetap Bermerek
Tas bekas bermerek (suara.com/Dinda Rachmawati)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bagi banyak perempuan, menenteng tas bermerek menjadi kebanggaan tersendiri. Dan berbagai cara dilakukan demi mendapatkan barang bermerek itu.  

Ada yang rela merogoh saku dalam-dalam dan memburu barang-barang bermerek hingga keluar negeri.

Tak sedikit juga yang harus terbohongi, meski telah mengeluarkan uang yang tak sedikit, barang yang didapatnya adalah barang palsu. Seperti apa perburuan warga Jakarta dalam mendapatkan tas bermerek, berikut liputan suara.com.

Jika Anda sedang berjalan-jalan ke daerah Blok M, Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Panglima Polim, Anda akan menemukan sebuah butik barang bekas bermerek. Pronto Moda, demikian butik ini dinamai.

Memasuki butik yang sudah berdiri sejak tahun 1996 ini, kita akan langsung disambut dengan tas-tas dengan merek kenamaan, seperti Hermes, Louise Vuitton, Gucci, Bvlgari, Chanel, Aigner dan masih banyak lagi. Di etalase bagian bawah, tersusun apik sepatu dan sendal yang masih terbungkus rapi. Beberapa tas digantung di bagian belakang.

Sementara etalase di bagian tengah toko, dipenuhi dengan ragam aksesoris seperti dompet, kacamata, bando hingga jepit rambut. Sebagian memang barang setengah pakai, dengan kualitas yang masih sangat baik. Sebagian adalah barang baru, walau tak bisa dikategorikan sebagai merek high end.

"Harga jual yang lumayan selisihnya dengan produk yang masih baru,"  terang Thanthan, sang pemilik butik.

Interior Pronto Moda (suara.com/Dinda Rachmawati)

Jangan kaget jika selisih harga di Pronto Moda bisa mencapai Rp. 10 juta. Sebut saja tas bermerek Louis Vuitton yang dijual dengan harga Rp25 juta, padahal harga barunya masih mencapai Rp35 juta, dengan kondisi mendekati 100 persen.

Pronto Moda, menurut Thanthan, diambil dari bahasa Italy, yang artinya selamat datang dalam bahasa Indonesia. Nama ini, tambah Thanthan mengartikan penyambutan terhadap pelanggannya.

Bermula dari hobi dan lingkungan pertemanannya yang menggandrungi barang-barang bermerek, Thanthan pun mulai memilik ide, untuk menjual barang-barang bermerek miliknya dan teman-temannya.

"Waktu tahun 1996 sebelum krismon, itu masih murah sekali. Artis, kalangan sosialita kan sangat senang belanja barang branded dengan harga baru. Saat mulai bosan, punya ide, kenapa gak dijual aja. Kan kalau mau beli baru, tinggal tambah uang sedikit aja, Makanya ditampung," ujar Thanthan mengawali ceritanya kepada suara.com di butik Pronto Moda, Jalan Panglima Polim no.3G, Jakarta Selatan, Senin, (26/1/2015).

Thanthan menjelaskan, barang-barang bermerek ini ia dapatkan dari relasi atau seseorang yang menitipkan koleksi yang tak lagi dipakainya untuk dijual di Pronto Moda. Jika nanti sudah terjual, keuntungan pun dibagi sesuai kesepakatan bersama.  Namun, tak jarang Thanthan berburu barang keluar negeri untuk mendapatkan berbagai koleksi barang bermerek yang sudah sangat jarang ada di Indonesia, untuk dijual di butiknya.

Tak semua barang bermerek dapat dijual di Pronto Moda. Karena dalam memilih barang tidak bisa sembarangan. Thanthan sangat memperhatikan model dan merek. Ia juga mengecek dengan teliti kondisi barang yang akan dijual, mulai dari kondisi material, jahitan, besi, hingga kode model. Yang terpenting, barang tersebut masih dalam kondisi layak pakai dan tidak cacat.

"Kita lihat kondisi barangnya. Kalau terlalu hancur, harganya pasti jatuh. Tapi kalau barangnya disimpan dengan apik, bisa up price. Dilihat dari modelnya juga masih up to date atau nggak," kata dia.

Selain menjual barang bekas, Thanthan juga menjual beberapa produk baru yang ia beli dari Hongkong.

Sedangkan untuk sistem pembayaran, Thanthan memberlakukan sistem pembayaran yang tergolong fleksibel. Pelanggan Pronto Moda dapat membayar secara tunai, setengah tunai dan setengah card, hingga cicilan dengan bunga 0%.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI