Saat saya menemuinya di sebuah sore, di bilangan Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, M. Bijaksana Junerosano, baru saja mengisi acara di Universitas Pamulang. Acara yang dihelat bersama sebuah produsen minuman itu dimaksudkan untuk menyadarkan para mahasiswa tentang besarnya manfaat sampah jika dikelola dengan benar.
Laki-laki yang biasa dipanggil Sano ini terlihat sedikit lelah, maklum baru saja menempuh perjalanan panjang dari Bandung. Tapi semangatnya langsung menyala ketika diajak berbincang soal sampah.
"Selama ini ada pandangan yang salah tentang sampah. Bahwa sampah itu adalah sesuatu yang tak berguna dan harus dibuang," ujarnya.
Padahal, lanjutnya, jika dikelola dengan benar, sampah bisa menghasilkan uang hingga triliuan rupiah. Lantas dari mulut laki-laki kelahiran Banyuwangi 3 Juni 1981 ini meluncurkan data-data yang dihimpun sejumlah lembaga di berbagai negara.
"Di AS omzet bisnis dari sampah mencapai 500 miliar dolar, di Inggris 8 miliar dolar per tahun. Sayang di Indonesia kita tak punya data," ujarnya sambil menyeruput es teh manis pesanannya.
Dan jika dikelola dengan benar, apapun bentuk sampah itu ada nilainya, tegasnya sambil menambahkan volume sampah yang dihasilkan warga Jakarta luar biasa besar. Kini lebih dari 6000 ton sampah yang dihasilkan. Yang jika dikumpulkan, dalam dua hari gundukan sampah itu bisa sebesar Candi Borobudur yang semuanya terbuang secara percuma. Padahal jika dipiliah sejak dari hulunya, maka volume sampah ini bisa dikurangi hingga 40 persen.
"Sampai kapan kita terus seperti ini, kita harus berubah," cetusnya.
Tapi buru-buru ia menambahkan, jika kini makin banyak orang yang peduli dengan nilai yang bisa dipanen dari sampah ini. Dan ini tak hanya dilakukan secara informal oleh para pemulung dan tukang lapak, tetapi juga juga oleh lembaga formal. Ia mencontohkan Bali Eco yang kini dipercaya mengelola sampah yang dihasilkan sejumlah hotel di pulau dewata. Dan ia sendiri, kini tengah merintis Waste4Change yang digagasnya sejak 2012 silam.
Sedikit demi sedikit sejumlah pelaku usaha sudah sadar untuk mengelola sampah dengan benar. Ini tak lepas dari keberadaan Undang-undang Sampah No. 18/2008 yang mengamanatkan setiap pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan. Aturan ini akan efektif diberlakukan mulai tahun 2022 mendatang.
Beberapa waktu lalu, Waste4Change malah dipercaya oleh sebuah developer di Bekasi untuk mengelola sampah domestik yang dihasilkan warga perumahan yang dibangunnya. Dengan penunjukkan ini, Waste4Change tak hanya mengangkut sampah yang dihasilkan warga, tetapi juga mengedukasi mereka untuk mulai memilah sampahnya.
"Kami menjadikan proyek ini sebagai pilot project. Jika berhasil maka ini akan menjadi model untuk di tempat lain," ujar alumnus Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung ini.
Ia lantas melanjutkan ceritanya, awalnya tak mudah menyadarkan warga untuk mengelola sampahnya dengan benar. Ada saja warga yang protes mengapa soal sampah menjadi lebih rumit dan bayarnya lebih mahal. Tetapi dengan pendekatan personal, akhirnya warga mau mengerti. Mereka kini sadar jika barang yang bagi mereka adalah sampah, bisa bernilai bagi orang lain.
Dan dari pengelolaan sampah di perumahan Bekasi ini, Waste4Change terus mengembangkan sayapnya. Organisasi yang resmi berdiri pada 2013 ini, awal November lalu dipercaya untuk mengelola sampah yang dihasilkan dari gelaran Indonesia Fashion Week 2015. Dan selama sepekan, gelaran ini menghasilkan lebih dari lima ribu ton sampah.
Kini ia juga tengah menjajagi kerjasama dengan pengelola sejumlah gedung perkantoran untuk mengelola sampah mereka. Ia juga tengah menggagas gerakan 'Adopsi sekolah untuk menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle)'.
"Saat ini ada lima sekolah di Bekasi yang ikut program ini," ujarnya.
Pilihan hidup.
Sampah sudah lama digeluti ayah satu anak ini. Bahkan ketika memilih pendidikan yang akan ditekuninya di ITB pada tahun 2001, Sano juga tergerak oleh penanganan sampah yang tak terkelola dengan baik. Dan sejak itu kehidupannya tak lepas dari isu lingkungan hidup khususnya masalah sampah. Ketika masih duduk di bangku kuliah, Sano menginisiasi 'U Green', kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Organisasi ini, antara lain pernah menginisiasi gerakan 'Kebunku' yang diambil dari singaktan kertas bekas hijaukan bangsaku. Selain menyadarkan untuk menghemat penggunaan kertas, gerakan ini juga mengumpulkan kertas bekas untuk membeli bibit tanaman untuk menghijaukan kawasan Kiara Condong, Bandung.
"Saat itu dari kertas bekas yang terkumpul kami bisa membeli 350 bibit tanaman yang kini menghijaukan kawasan itu," ujarnya mengenang.
Pada saat yang sama ia juga merintis usaha untuk membiayai sendiri kuliahnya. Berbagai usaha digelutinya, antara bisnis 'Palugada (apa lu mau gua ada) istilahnya untuk usahanya yang bergerak di general kontraktor. Usaha inilah yang dijadikan Sano untuk menghidupinya sementara gerakan lingkungan yang ia geluti relatif belum menghasilkan materi.
Lantas saat-saat menjelang lulus, Sano melakukan kontemplasi akan kemana ia melangkah. apakah bekerja sebagai orang kantoran atau akan tetap di jalur yang ia geluti selama ini. Akhirnya ia memutuskan untuk tetap di jalur ini dengan lebih serius. Ia antara lain mendirikan Greeneration Indonesia, yang membawahi sejumlah usaha yang dijalankannya. Mulai dari produksi tas ramah lingkungan 'Bagoes', yayasan Diet kantung Plastik, hingga kemudian lahirlah Waste4Change, yang selain mengelola sampah juga bergerak di bidang konsultan lingkungan, training serta studi kelayakan.
Sano pun makin mantap dengan jalan yang dipilihnya, meski ia sadar apa yang dilakukannya masih sangat kecil dibanding besarnya masalah sampah yang harus dipecahkan. Kini ia tengah memetakan sampah di Indonesia, di mana saja ada pelapak dan bagaimana pengolahannya.
Langkah kecil yang menurutnya akan sangat berguna di masa untuk mengurai masalah sampah di Indonesia khususnya di Jakarta. Jadi teruslah melangkah anak muda.