Saat mendirikan Asosiasi Toilet Indonesia pada 2001 silam, Naning Adiwoso banyak ditertawakan dan diejek banyak rekannya sesama arsitek.
"Mereka menanyakan kepada saya, apa sih manfaatnya berurusan dengan kotoran dan kencing orang lain. Kan jorok dan bau," kenangnya.
Namun, perempuan yang kini berumur 60 tahun ini tak mundur, karena ia percaya bahwa kunci bangsa yang besar tak semata diukur dari pemimpin yang berkarisma atau pemerintahan yang bersih, tapi juga bagaimana mengelola urusan bagian belakang alias toilet yang bersih. Dan lulusan International Institute of Interior Design, Washington DC ini serius dengan pemikirannya.
Naning tak pernah gentar mengunjungi berbagai pelosok daerah di Nusantara untuk menyuarakan dan bergerak langsung untuk menjaga kebersihan dan kesehatan toilet. Jijik, bau, becek dan kotor mungkin sudah berulang kali Ia hadapi saat meninjau toilet yang tak layak selama 13 tahun terakhir. Naning tak peduli ejekan dari temannya sendiri saat melakukan pekerjaan yang dianggapnya mulia tersebut.
Dan kini, setelah 13 tahun berlalu resonansi gerakan kampanyekan pentingnya "Toilet Higienis di Indonesia" kian terasa. Secara bertahap, Naning bersama ATI berhasil menyadarkan berbagai pihak, baik masyarakat, pemerintah dan swasta untuk turut mengambil andil dalam kampanye ini.
Banyak sudah program yang dilakukan untuk merealisasikan toilet higeinis baik di rumah, instansi pemerintah maupun di tempat umum. Asosiasi ini bersama Kementerian Pariwisata rutin memberi penghargaan untuk bandara internasional yang memiliki toilet paling bersih dan higeinis.
"Kami telah melihat banyak perbaikan dalam toilet di bandara dan stasiun. Masyarakat juga sudah mulai menyadari pentingnya memiliki toilet bersih," katanya.
Namun ia melihat sederet tantangan. Dukungan pemerintah terhadap pentingnya toilet yang bersih, masih minim. Tempat-tempat keramaian seperti halte busway dan tempat rekreasi tidak memiliki toilet yang layak. Jumlah yang terbatas dan kondisi yang tak memadai menjadi alasan masyarakat untuk menahan buang air di tempat umum.
Akibatnya muncul gangguan di saluran kencing. Padahal menurutnya kencing merupakan kebutuhan alami manusia.
"Setiap orang pasti memerlukan toilet, minimal lima kali sehari. Tapi tidak semua peduli dengan toilet," tegasnya. Terus terang ia mengakui mengalami kesulitan untuk memberikan informasi kepada jajaran pemerintah yang masih menganggap toilet tak begitu penting.
Meski telah menapaki usia senja, Naning seperti tak kehilangan semangatnya dalam membahas toilet. Perempuan yang tak suka berdandan ini, mengakui ingin tetap mengurus toilet setelah pensiun kelak.
"Saya berencana untuk pensiun dalam waktu dekat, tapi saya berharap masih bisa mengurus toilet," tambahnya.
Pandangan Naning pada toilet terbuka, kala sebagai desainer interior, diajak oleh salah satu produsen toilet ternama mengikuti "World Toilet Summit" di Kyoto, Jepang pada 1999 silam. Merasa tak ada yang menarik dari toilet, Naning pun menolak ajakan tersebut secara halus.
Namun perusahaan tersebut terus meyakinkan Naning hingga Ia pun 'terpaksa' mengikuti konferensi itu.
Mata Naning terbelalak ketika mendapatkan fakta bahwa Asia, sebagai benua dengan penduduk terbanyak justru masih memiliki kebiasaan buruk terkait uruasan buang hajat. Masih banyak warga Asia, Indonesia khususnya, yang BABS atau Buang Air Besar Sembarangan. Dalam konferensi itu juga disebutkan penyakit apa saja yang ditimbulkan dengan kebiasaan buruk ini.
"Saya kaget di jaman yang sudah maju seperti ini masih ada yang buang hajat sembarangan," ujarnya.
Sepulangnya dari konferensi, pikiran Naning pun semakin terbuka. Naning yang pernah memenangi penghargaan "Student Design Award, IIID" pada 1975 ini pun akhirnya antusias menggeluti toilet. Ia mengaku belajar banyak dari acara itu.
"Cara pandang saya pada ruang yang di Indonesia di sebut kamar mandi pun berubah. Peran toilet sangat penting bagi masa depan dunia, termasuk Indonesia. Banyak isu-isu penting seperti pertumbuhan penduduk dan perubahan iklim yang terkait dengan toilet," kata Naning dengan semangat.
Sebagai seorang arsitek Naning melihat pembangunan toilet di Indonesia banyak yang belum memenuhi standar. Masih banyak ditemukan toilet basah dan tidak tersedia air bersih. Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara lainnya dalam pengurusan toilet. Setelah konferensi di Kyoto itu, Naning makin rajin mengikuti konferensi tentang toilet, salah satunya konferensi tingkat tinggi "World Toilet Summit" di Beijing, Cina.
Pada 2004, terungkap fakta bahwa toilet bersih berpengaruh pada jumlah kunjungan wisatawan. Perempuan yang hobi traveling ini berpikir pentingnya menyebarkan virus ini pada pelaku industri pariwisata.
"Saya semakin yakin bahwa toilet bersih merupakan kunci bagi masa depan bangsa. Toilet yang tak bersih bisa mempengrauhi produktivitas, bahkan mungkin menghalangi minat untuk berinvestasi di sini," katanya.
Oleh karena itu, melalui Asosiasi Toilet Indonesia, perempuan yang juga suka jalan-jalan ini mencoba mempromosikan toilet higienis yang tak hanya bermanfaat untuk aspek kesehatan dan lingkungan tetapi juga bagi perekonomian bangsa.
Kini perempuan penyuka aksesorie bergaya etnik ini, gemar mengampanyekan dua konsep besar yang digagasnya, yakni toilet ideal dan green toilet yang mempengaruhi pola pikir arsitek lain dalam mendesain toilet.