Rumah kontrakan di kawasan pada penduduk tersebut, pagarnya di cat dengan warna ungu dan di kaca rumahnya tertempel foto santriwan dan santriwati yang belajar mulai dari SD, remaja dan ibu-ibu di lingkungan setempat.
Bermodal semangat dan dukungan sang istri, Azmi yang juga dibantu satu rekan kerjanya dan sejumlah relawan bersama-sama mengajar untuk melahirkan penghafal Quran lebih banyak dari dari Ibu kota Negara Republik Indonesia itu.
"Mereka yang mengajar di sini tidak di pungut biaya dan dewan pengajar di sini juga mengajar dengan sukarela," kata Azmi dengan penuh semangat.
Ia mengatakan baju seragam yang dipakai anak asuhnya itu merupakan hasil sumbangan dari pribadinya dan juga terkadang ada juga para dermawan lainnya yang ikut serta menyumbang demi kelancaran program yang dijalankan di Rumah Quran Violet.
Azmi bukan bermaksud untuk memamerkan apa yang dilakukanya, apa yang dilakukan tersebut tak lain untuk memompa semangat anak asuhnya untuk terus menambah hafalannya.
Tak heran jika pada pengajian untuk santri perempuan itu ada masih beberapa yang belum memakai baju seragam, karena mereka belum bisa menyelesaikan tugas hafalan yang telah dibebanakn dan telah dituntaskan santriwati lainnya.
"Kegiatan amal ini saya jalankan melalui uang pribadi yang saya peroleh dari ceramah-ceramah dan juga kalangan dermawan lainnya yang ingin agar program ini tetap berjalan," kata suami dari dr. Ainil Masthura.
Pria kelahiran 19 Februari 1979 di Banda Aceh, Provisi Aceh yang hijrah ke Pulau Jawa ini, memiliki cita-cita luhur untuk menambah jumlah penghafal Quran di Provinsi DKI Jakarta melelui program Rumah Quran Violet yang didirikannya itu.
Azmi berkisah Rumah Quran Violet yang baru berdiri dua bulan tersebut, awalnya hanya satu anak saja dan saat ini terus berkembang hingga dari anak-anak, remaja putra dan putri serta ibu-ibu.
"Rumah Quran Violet di Paseban Timur ini merupakan percontohan dan saya berkeinginan menjadikan kawasan ini sebagai perkampungan Quran," katanya.