Menyebar Virus 'Semangat Hijau' Lewat Makanan

Esti Utami Suara.Com
Senin, 03 November 2014 | 10:02 WIB
Menyebar Virus 'Semangat Hijau' Lewat Makanan
Max Elnathan Mandias (suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sebenarnya di usianya yang baru menginjak awal 20 tahunan, Max Elnathan Mandias sudah tergolong mapan secara ekonomi. Setelah lulus dari sebuah perguruan tinggi di Arnheim, Belanda, ia diterima sebagai data analis di sebuah perusahaan keuangan. Gaji yang diterimanya juga bisa dibilang lumayan.

Namun semua itu tak mampu membuatnya tenang. Ada kegelisahan yang menyumpal dadanya. Baik tentang pola kerjanya, tentang rutinitasnya maupun cara mendapatkan uang. Hingga kemudian setelah melalui pemikiran yang cukup panjang, Max akhirnya memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman itu dan mengikuti passionnya untuk menyebarkan gaya hidup sehat sekaligus membangun usaha yang lebih beretika.

Maka pada Agustus 2013, Max kembali ke tanah air. Bersama kekasihnya, Helga Angelina Tjahyadi, laki-laki yang kini berumur 26 tahun ini merintis Burgreens, restoran yang menyediakan makanan sehat di kawasan Rempoa, Jakarta Selatan. Modalnya diambil dari tabungan yang berhasil dikumpulkanya selama bekerja di Belanda.

"Sebenarnya embrio Burgreens sudah saya rintis sebelumnya. Sejak masih di Belanda, saya sudah rajin mengutak-atik resep makanan untuk para vegan yang bisa diterima lidah semua orang. Saya juga aktif dalam menyediakan makanan sehat dan berkelanjutan," terang Max dalam perbincangan dengan suara.com pertengahan Oktober lalu.

Max memilih bisnis restoran, karena menurutnya ini yang paling menyentuh langsung pada konsumen. Dan lebih spesifik lagi ia memilih makanan vegan, karena ini paling ramah dengan lingkungan. Menyehatkan lagi.   

Dan Max tak ingin hanya sekedar membuka usaha, ia juga ingin bisnisnya dijalankan penuh etika baik untuk lingkungan maupun orang-orang di sekitarnya. Ia ingin semua bahan yang ia gunakan dibeli secara etis dari petaninya. Ia juga ingin usahanya sebisa mungkin tidak mengotori lingkungan. Ia juga ingin energi yang digunakan ditekan seminimal mungkin.

"Itu sebabnya, kami sangat selektif saat memilih lokasi. Kami mensyaratkan harus di green area dan tersedia tempat untuk mengolah sampah," ujarnya.



Untuk itu, Burgreens sangat anti alat makan yang sekali buang. Apalagi bungkus plastik. Jadi jangan heran jika minuman dingin di Burgreens dihidangkan tanpa sedotan. Packing burgreens juga sepenuhnya menggunakan bahan kertas. Sedangkan minuman pesanan menggunakan botol beling. Sedikit lebih mahal memang jatuhnya, tetapi menurut Max sebagian besar pelanggan tidak keberatan.

Untuk sementara, Max hanya bisa berusaha agar bahan yang digunakan adalah bahan lokal yang didatangkan dari radius 200 kilometer dari lokasi Burgrens. Tetapi ia bermimpi satu hari nanti, semua sayuran yang digunakan bakal dipetik sendiri dari tanaman yang ditanamnya. Sebuah mimpi yang tak berlebihan, karena lahan yang ditempati Burgreens cukup luas. Dan kebetulan lagi, Sri Retno Handayani sang pemilik lahan juga sangat peduli lingkungan.

"Beliau tak mau ada pohon yang tumbuh di atas lahannya yang ditebang," ujar Max sambil terbahak.

Lewat Burgreens, Max dan Helga tak hanya menjual makanan sehat, tetapi juga menyebarkan semangat hijau. Setiap akhir pekan, di Burgreens digelar berbagai kegiatan yang bersifat eco friendly, seperti yoga, diskusi maupun pemutaran film yang bersifat mengedukasi pelanggan untuk lebih ramah terhadap lingkungan.

"Suatu saat saya ingin, setiap akhir pekan para pelanggan Burgreens untuk bersama-sama bercocok tanam di sini," dengan muka menerawang Max memaparkan mimpinya.

Dan usaha Max tampaknya tidak sia-sia. Meski diakuinya awalnya sulit, Burgreens kini terus berkembang. Kini hampir 20 orang dipekerjakannya. Pesanan juga terus berdatangan dan asal para pelanggan juga semakin luas dan kini datang dari berbagai wilayah di Jakarta dan sekitarnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI