Suara.com - Kesibukan para orangtua, khususnya di kota-kota besar, serta kemajuan teknologi menjadi salah satu alasan yang membuat semakin hilangnya kebiasaan mendongeng pada anak.
Padahal, penceritaan dongeng yang penuh pesan moral ini, diyakini sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Dongeng, dapat menumbuhkan daya imajinasi dan kreativitas anak lebih dari apapun.
Melihat semakin pudarnya kebiasaan mendongeng ini menggerakan seorang perempuan yang juga penulis bernama Mila membuat sebuah Komunitas bernama Rumah Dongeng Pelangi (RDP) pada awal tahun 2011.
"Aku seneng banget berdongeng untuk anakku, dari dia masih dalam perut. Lalu, memberanikan diri untuk berpikir, kayaknya lucu juga kalau aku gak cuma dongengin anak aku aja, aku mau coba dongengin anak-anak lain juga," ujarnya mengawali perbincangan dengan suara.com.
Akhir tahun 2010, dirinya mulai mendatangi TK-TK di sekitar rumahnya, di bilangan Bekasi, Jawa Barat, untuk berdongeng, menceritakan kisah menarik pada anak-anak secara cuma-cuma.
"Saat itu aku menganggap sekalian melatih diriku, melihat kemampuan bercerita di depan anak-anak ketika mendongeng, ternyata respon mereka positif," katanya.
Sejak saat itu, kata Mila, mulai banyak yang tertarik dengan kegiatan mendongengnya. Dari teman-teman kuliah yang ia kenal, hingga orang yang tak dikenalnya, menawarkan diri untuk bergabung.
Selain ke TK-TK, Mila dan beberapa orang lain, juga seringkali mengunjungi panti asuhan untuk mendongeng.
Setelah resmi dibuat menjadi sebuah komunitas, kata Mila, RDP pun memiliki komitmen untuk selalu berdongeng bagi seluruh anak-anak Indonesia, dan peduli pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan anak-anak kurang beruntung.
Guna mencapai tujuannya ini, RDP mulai menggiatkan kebiasaan mendongeng mulai dari lingkungan keluarga, sekolah hingga masyarakat dengan berbagai kegiatan, diantaranya adalah Dongeng Charity.
Kegiatan ini, jelas Mila, adalah kegiatan sosial dengan mendongeng untuk anak panti asuhan, sekolah kolong, PAUD setiap sebulan sekali.
Setelah itu, ada pula kegiatan Panggung Boneka untuk 1.000 Anak Indonesia, yaitu pendampingan kepada PAUD tidak mampu di wilayah Jabodetabek untuk menjadikan dongeng sebagai metode pembelajaran kreatif.
Kegiatan pendukung lainnya adalah pelatihan mendongeng untuk guru dan pegiat perpustakaan keliling.
"Kami menawarkan pada mereka, bagaimana kalau nantinya ada metode mendongeng untuk pengajaran, karena sebenarnya, mendongeng itu bagus untuk anak. Akhirnya mereka mau. Kami pun mulai melakukan pelatihan untuk pengajar, seminggu sekali untuk satu PAUD, ada tiga pendamping, jadi seminggu tiga kali," jelas Mila.
Hingga kini, anggota yang tergabung di RDP mencapai 25 orang. Kebanyakan mereka adalah para profesional muda, mahasiswa, dan guru. Mereka memunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, profesi yang berbeda, namun tetap fokus dengan pendidikan dan kegiatan sosial untuk anak-anak.
Anggota RDP, kata Mila tak harus bisa mendongeng. Beberapa ada yang tak bisa berdongeng, namun begitu penyayang dan peduli pada anak-anak.
Dalam mendongeng, RDP menerapkan beberapa metode yang disesuaikan dengan usia anak. Kadang menggunakan buku cerita, menggambar, boneka tangan ataupun panggung boneka.
Dari sana, biasanya interaksi terjadi. Anak-anak seakan terhipnotis mendengarkan kisah-kisah menarik. Setiap mendongeng, RDP juga selalu menyelipkan beragam tarian dan nyanyian.
Untuk ceritanya, tambah Mila, biasanya RDP menulis sendiri atau berasal dari referensi buku-buku dongeng yang ada.
"Aku lumayan bisa mengontribusikan dengan menulis cerita untuk dibawakan oleh teman-teman yang lain ketika mendongeng," kata Mila.
Selain beragam kegiatan sosial, RDP kerap dipanggil untuk mendongeng di berbagai acara, seperti perayaan ulang tahun, gathering dan kumpul komunitas lain.
Mila berpesan pada para orang tua, untuk mulai menyempatkan waktu mendongeng untuk anaknya. Jika sulit, awali dengan berbagi cerita seperti biasa pada anak, seperti menceritakan aktivitas apa, bagaimana di sekolah, hingga kejadian-kejadian lucu, karena hal tersebut juga termasuk bercerita atau dongeng.
"Menyempatkan mendongeng 10 menit aja sehari, mendongeng gak harus suaranya dimacem-macemin, lompat sana, lompat sini," saran Milan.
Mendongeng juga harus mengikuti perkembangan zaman. Bisa dari buku yang diceritakan pada anak atau melalui gadget, dengan menginstall aplikasi dongeng.
"Tapi tetap didampingi. Jangan disuruh sendirian, itu sama aja bohong," tambahnya.
Jadi, selain tak ketinggalan zaman dengan memanfaatkan teknologi, mendongeng juga dapat menciptakan keterbukaan anak dengan orang tua.