Mengintip Kekayaan Batik Nusantara

Esti Utami Suara.Com
Kamis, 02 Oktober 2014 | 14:56 WIB
Mengintip Kekayaan Batik Nusantara
Perajin batik dari Pasuruan, Jatim. (Antara/ Adhitya Hendra)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari ini, Kamis (2/10/2014) kita kembali merayakan Hari Batik Nasional. Hari batik nasional ditetapkan sejak 2009, setelah badan kebudayaan dan pendidikan PBB, UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia.

Dan sejak itu pamor batik semakin naik daun. Dan ternyata, batik tak hanya dikenal di Yogyakarta ataupun Solo, tetapi banyak wilayah Nusantara memiliki motif khasnya sendiri. Dan dengan ditetapkannya Hari Batik Nasional, maka berbagai daerah berlomba untuk menampilkan motif khas mereka.

Solo adalah salah satu kota yang berhasil membangun industri batiknya. Sejak lama, Pasar Klewer dikenal sebagai pusat perdagangan batik. Solo juga memiliki kampung batik Laweyan, kawasan Kampung Wisata Batik Kauman, dan Pusat Grosir Solo (PGS). Dan belakangan, produsen batik Danar Hadi juga membangun museum batik Danar Hadi yang juga menjadi tujuan wisatawan yang berkunjung ke Solo.

Batik dari sekitar Solo dan Yogya dikenal dengan batik kesultanan. Biasanya warna yang digunakan adalah warna alam, seperti  biru yang melambangkan bumi, coklat  yang melambangkan api, dan putih yang melambangkan udara dan air. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu.

Batik Solo menggunakan warna sogan (kombinasi warna coklat muda, coklat tua, coklat kekuningan, coklat kehitaman, dan coklat kemerahan). Motifnya yang terkenal antara lain adalah “kawung, parang, sidomukti, sidoluruh dan sebagainya.  Kekhasan batik Solo sudah terkenal di seluruh Indonesia dan mancanegara, bahkan sudah menjadi produk ekspor andalan.

Gamang menghadapi pasar bebas ASEAN.
Selain, kota lain yang juga berhasil membangun industri batik adalah Cirebon, Jawa Barat. Motif khasnya "Mega Mendung dan Awan Berarak" menjadi salah satu faktor yang membuat batik Cirebonan berkembang dengan baik dan telah mempunyai pasar dalam negeri hingga mancanegara.

"Motif batik Cirebon memiliki makna kehidupan dan alam semesta yang luas serta Ketuhanannya," kata Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar.

Ia menambahkan, pertumbuhan industri batik khas Cirebon dapat menjadi model dan inspirasi bagi perkembangan industri batik di Jawa Barat. Ia mencontohkan, keberadaan Batik Trusmi sebagai sentra industri batik yang juga menjadi tujuan wisatawan mancanegara.

Dan ini ditunjang dengan infrastruktur yang memadai, serta kemudahan akses baik menggunakan bus, kereta api maupun pesawat terbang melalui Bandara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka.

"Dibandingkan dengan batik-batik seperti di Garut, Pangandaran, Cirebon kelihatannya lebih cepat berkembang, karena jalur infrastrukturnya sudah bagus," kata Deddy.

Sementara perajin batik dari Tambak Rejo, Pasuruan, Jawa Timur mengaku khawatir dalam menghadapi ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) 2015 mendatang yang disebabkan mahalnya bahan dasar kain dan warna dalam memenuhi standar Internasional Organization for Standardization (ISO).

"Ini membuat harga batik lokal lebih mahal dibanding produk luar negeri," ujar pemilik galeri batik Sekar Wangi, Tembok Rejo, Pasuruan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI