Suara.com - Demam selfie alias menjepret diri sendiri dengan kamera sedang mewabah di Australia. Namun, selfie yang satu ini lain dari biasanya.
"Women in Solidarity with Hijabis (#WISH)", demikian kampanye selfie yang sedang ramai di media sosial. Para perempuan, dari berbagai agama dan kepercayaan, tak canggung mengenakan hijab, memotret dirinya, lalu mengunggah fotonya ke media sosial.
Adalah Mariam Veiszadeh, pengacara sekaligus aktivis Australia yang pertama kali menggagas kampanye selfie tersebut. Kampanye solidaritas antarumat beragama itu digelar untuk melawan isu larangan mengenakan burqa, sejenis pakaian serba tertutup oleh pemerintah negeri kanguru.
Kampanye tersebut sudah bergulir di Facebook sejak pekan lalu. Saat ini, kampanye tersebut sudah menjaring lebih dari 14.000 pengikut. Kampanye tersebut mengajak kaum perempuan untuk menunjukkan solidaritasnya kepada perempuan Muslim Australia dengan mengunggah foto diri mereka di media sosial, sambil memakai hijab.
Kepada News.com.au, Veiszadeh mengatakan bahwa kampanye tersebut bertujuan melawan pelecehan terhadap perempuan Muslim.
"Saya pernah mendengar contoh-contoh mengerikan bagaimana perempuan Muslim dilecehkan di jalanan, seperti seorang ibu yang kereta bayinya ditendang, atau beberapa teman yang terlalu takut untuk keluar rumah," kata Veiszadeh.
Kendati demikian, kampanye tersebut menuai kritik. Kampanye tersebut dinilai tidak akan memberikan perubahan nyata.
Tapi, tidak demikian pendapat Jocelyn Brewer, seorang psikolog dengan spesialisasi media sosial, masyarakat dan perilaku. Menurut Jocelyn, kampanye yang satu ini berbeda.
"WISH sedikit berbeda dari kampanye lainnya. Kampanye ini mensyaratkan perempuan untuk melakukan sejumlah langkah dan ini lebih personal karena tidak sekedar menge-like dan membagikan sesuatu yang sudah ada," kata Jocelyn.
Memang, pemerintah tidak melarang penggunaan hijab. Pemerintah hanya berencana melarang penggunaan burqa di dalam gedung parlemen Australia. Burqa merupakan kerudung serba tertutup yang dikenakan sebagian perempuan umat Islam.
Alasannya, apalagi jika bukan keamanan. Semua orang harus mengungkap identitas jelas ketika masuk ke dalam gedung parlemen. Kendati demikian, tetap saja, hal itu dinilai sebagai sesuatu yang tidak bisa diterima.
"Kampanye ini membangun pemahaman bahwa perempuan Muslim mengenakan hijab atau apapun karena memang mereka memilih untuk mengenakannya," kata Veiszadeh. (News.com.au)