Suara.com - Sudah menjadi rahasia umum, jika manusia menyimpan sifat kompetitif dalam dirinya. Namun berbeda dengan laki-laki yang cenderung lebih positif dalam mengekspresikan sifat kompetitifnya, perempuan lebih sering menyerang orang lain dan jarang menghadapi dengan cara positif.
Hasilnya? Seperti yang sering dilakukan kaum Hawa, agresif dan bergosip menjadi pilihan. Kaum Hawa bisa mengelola ketidaksukaan dengan banyak cara. Hal tersebut didorong oleh rasa tidak aman dan sikap tak mau kalah.
Itu sebabnya banyak laki-laki yang tidak mengerti mengapa perempuan bisa begitu membenci satu sama lain. Dan sayangnya persaingan itu bukan melulu urusan prestasi, tetapi juga hal-hal lain.
Ada beberapa alasan yang membuat perempuan saling bersaing dan saling membenci satu sama lain. Salah satunya adalah soal penampilan atau kecantikan. Bila seorang laki-laki, pernah memuji seorang perempuan lebih cantik di depan perempuan lain, maka yang lain itu akan merasa terancam.
Beberapa perempuan berpikir bahwa akan ada perempuan lain yang akan 'mencuri' sesuatu darinya, sehingga ia berusaha untuk memoles penampilannya.
Alasan lainnya adalah takut tidak dicintai. Ini bisa dimengerti, perempuan selalu ingin bisa diterima. Bahkan setidakpeduli apapun perempuan, di dasar hatinya ia selalu menginginkan pujian. Bahkan ada perempuan yang mendesak untuk dicintai dan dikagumi oleh laki-laki yang disukainya.
Kurang percaya diri, juga menjadi alasan seorang perempuan untuk bersaing dengan perempuan lain. Ini bisa disebabkan pengalaman masa kecilnya yang tidak bahagia. Kurangnya rasa percaya diri akan memicu perasan cemburu, kecemasan dan ketidak-nyamanan yang dipicu perasaan tak bisa menerima diri apa adanya.
Untuk bertahan, banyak perempuan yang tergantung pada laki-laki. Selalu ada kompetisi di antara perempuan untuk mendapatkan kencan atau membangun hubungan. Kadang persaingan berjalan sehat, tetapi kadang juga tak sehat.
Yang terakhir adalah terbawa suasana hati yang melankolis. Tekanan hidup dan gaya hidup konsumtif kadang membuat seorang perempuan frustasi. Sebagai pelarian mereka menimpakan masalah ini kepada orang lain dan bukannya fokus untuk mengatasi masalah yang dihadapi. (boldsky.com)