Anne Avantie, Terbang Bersama Kebaya Karyanya

Esti Utami Suara.Com
Senin, 15 September 2014 | 10:00 WIB
Anne Avantie, Terbang Bersama Kebaya Karyanya
Anne Avantie di sela acara "Merenda Kasih" merayakan 25 tahun Annie Avantie berkarya di JCC Senayan Jakarta beberapa waktu lalu. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tak berkesempatan menempuh pendidikan tinggi bukanlah penghalang bagi seseorang untuk berkarya. Itulah kisah seorang Anne Avantie, perancang busana yang dikenal dengan kebaya-kebaya cantiknya.

Hanya lulus dari bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), perempuan yang kini berumur 50 tahun ini mampu membuktikan ketekunan, komitmen dan bekerja keras bisa mengantar seseorang meraih sukses.

"Dengan semeleh, berserah, komitmen dan bekerja keras. Di situ tangan Tuhan akan bekerja," Anne mengungkap rahasianya sukses 25 tahun berkarya.

Ya awalnya, perempuan ini tak berani muluk bermimpi. Ia hanya ingin memberikan yang terbaik dari apa yang dia bisa. Ia sadar dengan segala kekurangannya. Bahkan sebagai desainer, perempuan yang biasa disapa Bunda ini tak bisa membuat sketsa apalagi membuat pola.

"Saya ikuti saja kata hati saya, sebab, karya dan jiwa sesungguhnya adalah sepasang sahabat yang saling menguatkan," itulah pengakuan Anne tentang caranya bekerja.

Dalam bekerja, perempuan kelahiran 20 Mei 1964 dengan nama Shane Avantie ini sepenuhnya mengikuti nalurinya.  "Jika saya merasa tak sreg yang saya potong saja saja kainnya di situ," ujar Anne di sela persiapan peragaan busana "Merenda Kasih" beberapa waktu lalu.

Namun dari cara kerja seperti itu, justru lahir kebaya-kebaya anggun yang menjadi rebutan banyak khalayak di tanah air. Ini karena bagi Anne, kebaya bukan sekedar sepotong baju, melainkan sebuah pembaharuan hidup. Di setiap lembar kebaya karyanya, dalam gubahan warna, detail dan temanya, Anne seolah menghembuskan segenap inovasi dan pergulatan hidupnya.

Dan dengan kebaya karyanya, seorang Anne Avantie mampu terbang melampaui mimpinya. Namanya telah dikenal di dunia internasional. Dari sisi materi ia juga hidup berkelimpahan dengan omzet yang konon mencapai puluhan miliar per tahun.

Tetapi semua itu tak membuat Anne besar kepala, kakinya tetap menapak di bumi. Karena ia tak ingin apa yang telah dicapainya ia nikmati sendiri. Anne ingin membaginya dengan banyak orang di sekelilingnya.

"Indonesia butuh orang yang mau berbesar hati untuk memberi kesempatan kepada semua orang untuk menikmati mimpi," ujarnya.

Itu sebabnya, ketika perancang lain bersikukuh agar karyanya tak dicontek, Anne justru senang jika ada orang lain yang meng-kloning karyanya. Menurutnya, ini merupakan salah satu bentuk pengakuan orang terhadap karyanya.

"Jangan takut ditiru, karena Tuhan tak pernah salah dalam membagi rezekinya," ujarnya tentang para followernya itu.

Mungkin karena kebesaran hati inilah, kreatifitas Anne justru tak pernah mati. Ketika satu kebayanya sudah habis-habisan dicontek orang lain. Maka dari tangannya akan lahir kebaya baru dengan gaya yang lebih spektakuler.

Publik tentu belum lupa bagaimana Anne melahirkan kebaya asimetris yang sempat bikin heboh karena dinilai merusak pakem kebaya yang telah dinobatkan sebagai ikon busana nasional. Atau kebaya tanpa jahitan di lengan yang muncul belakangan. Terakhir adalah kebaya gaya jubah yang lantas menjadi trend.

Dari kostum panggung
Embrio itu lahir sekitar tahun 1989, Anne yang saat itu berusia 25 tahun menerima pesanan baju lomba model dan menyewakan kostum pangung.  Hingga satu hari dalam sebuah peragaan busana yang digelar di sebuah lapangan di Kota Semarang, sang pembawa acara memperkenalkan dirinya sebagai desainer.

"Hari itulah saya merasa desainer," ujarnya mengenang masa awal kariernya.

Namun karier Anne di dunia rancang busana tidaklah mudah. Ia pernah dihujat, karena dinilai telah merusak pakem busana nasional. bahkan desainer ternama Musa yang ikut mendorongnya untuk berkarier di Jakarta, ikut 'memarahinya'. Ini sempat membuat ibu tiga anak ini terpukul, namun perlahan tapi pasti Anne bangkit dari keterpurukan.

Usaha yang dirintisnya dari dua unit mesin jahit manual dan tiga karyawan, kini telah membiak membawahi 12 merek. Total 250 karyawan dipekerjakan Anne, sebagian besar adalah anak-anak putus sekolah. Namun Anne mengakui, dunia rancang busana yang identik dengan dunia yang glamour sangatlah berat.

"Media melihat kami seperti gelas kaca yang tak boleh retak. Sekali saja kita berbuat salah, cercaan akan mengalir," ujarnya.

Tak hanya mencurahkan pikirannya pada dunia kreatif, Anne kini juga aktif dalam berbagai aktifitas sosial. Ia bukan hanya salah satu perancang busana yang taat membayar pajak, Anne juga mendirikan Wisma Kasih Bunda yang memberikan bantuan bagi anak-anak dengan kelainan kesehatan seperti hydrocephalus, bibir sumbing, atresia ani (anak tanpa dubur) serta berbagai penyakit lainnya.

Perhatiannya pada pengusaha kecil menengah juga tak kalah. Ia antara lain memiliki toko Pendopo yang menjual karya para pengrajin dari berbagai daerah.  Itulah Anne yang selalu bertanya apa yang bisa ia berikan untuk orang lain dari limpahan anugerah Tuhan yang diterimanya. Dan ia masih menyimpan mimpi, Tuhan memberinya kesempatan untuk terus berkarya hingga 25 tahun ke depan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI