Suara.com - Pembacaan "Syair Lampung Karam" karya sastra tertua yang mengisahkan dahsyatnya letusan Gunung Krakatau pada 1883, menandai gelaran Festival Krakatau Lampung 2014.
Di malam pertama, Senin (25/8/2014) pembacaan naskah ini berlangsung sukses. Syair karya Muhammad Saleh yang merekam peristiwa meletusnya Gunung Krakatau itu dibacakan bergantian oleh Iin Muthmaimnah, Syaiful Irba Tanpaka, Alexander GB, AM Zulqornain Ch, dan Yulizar Fadli. Iringan musik dari Komunitas Seribu Bulan, menambah syahdu pegelaran itu.
Ketua pelaksana kegiatan Isbedy Setiawan ZS menjelaskan dipilihnya Syair Lampung Karam karya Muhammad Saleh ini, karena ini satu-satunya karya yang ditulis seorang pribumi yang merasakan dan melihat langsung bencana yang dikenal seluruh dunia.
"Ini karya saksi sejarah, pengarangnya menulis fakta yang tidak saja dirasakan atau dilihat, tapi merekam dan mendengar setiap kabar pada saat bencana alam tahun 1883," ujar Isbedy yang juga sastrawan Lampung itu.
Ia menambahkan "Syair Lampung Karam" adalah reportase aktual dan detail dan benar-benar menyentuh pada masalah manusia, alam, dan fenomena-fenomena yang terjadi saat itu.
Meski dapat digolongkan dalam bentuk fiksi, dalam karya ini Muhammad Saleh tak sekadar mengarang-ngarang. Kekuatan puitiknya tetap terasa, meski menggunakan gaya pantun dan akhiran yang berirama. "Jadi benar-benar berbicara, dan pembaca ditempatkan juga sebagai pendengar," katanya lagi.
Sastrawan Lampung berterimakasih kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung yang peduli dan berani memasukkan pembacaan "Syair Lampung Karam" dalam agenda Festival Krakatau XXIV tahun 2014 ini. Di malam pertama, ratusan penonton antusias mengikuti pembacaan ini. Rencananya, Selasa (26/8/2014) malam ini pembacaan Syair Lampung Karam akan dilanjutkan, menampilkan lima pembaca puisi dan penyair. (Antara)