Suara.com - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi memicu kontroversi. Karena PP ini melegalkan aborsi untuk janin yang berumur kurang dari 40 hari, baik karena alasan kesehatan maupun pembuahan akibat perkosaan.
Di pasal 31 Ayat (2) dalam PP itu menyebut tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir, karena kehamilan semacam ini terjadi akibat hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Aborsi atau menggugurkan bukanlah pilihan menyenangkan, tapi kadang harus dilakukan. Ketika aborsi menjadi pilihan, ada beberapa masalah kehamilan dan kesuburan mungkin mengikutinya. Sebuah pepatah kuno menyebutkan seseorang yang membatalkan kehamilan pertamanya, akan menemukan masalah di tahapan kehidupan selanjutnya.
Benarkah masalah kehamilan akan muncul setelah aborsi? Memang ada banyak faktor yang mempengaruhi kehamilan setelah aborsi. Berikut fakta medis yang dapat membantu Anda memahami mengapa aborsi bisa jadi menimbulkan masalah.
Gangguan hormonal
Ketika kehamilan dihentikan secara paksa, maka tubuh akan 'bingung'. Sistem reproduksi akan terganggu dan menimbulkan ketidak-seimbangan hormon dalam tubuh. Selain itu dalam proses bedah aborsi, dibutuhkan scraping (pembersihan) menyeluruh dari dinding rahim (uterus) yang berupa jaringan lembut. Hal ini dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut yang mengakibatkan embrio tidak tertanam kuat di rahim.
Jeda waktu
Memutuskan segera hamil setelah aborsi bukanlah ide yang bagus. Rahim butuh waktu untuk menyembuhkan dan jika Anda tidak memberikan waktu untuk istirahat kemungkinan terjadi keguguran lagi akan lebih besar.
Gangguan ovulasi
Jika Anda melakukan aborsi dengan mengonsumsi obat tertentu, bisa memicu penyimpangan ovulasi. Ovulasi adalah proses yang sangat rumit di mana rahim melepaskan telur matang setiap bulan. Satu dari tiga perempuan yang melakukan aborsi mengeluhkan gangguan ovulasi.
Kista
Tablet hormon yang diberikan untuk aborsi bersifat merangsang ovarium yang bisa memicu terbentuknya kista. Dan seperti yang sudah banyak diungkap ovarium polikistik atau kista merupakan salah satu penyebab utama infertilitas pada perempuan.
Masa subur terpotong
Aborsi kadang dilakukan karena penyimpangan kromosom atau karena janin tidak tumbuh. Dalam kasus tersebut, hamil untuk kedua kalinya mungkin menjadi masalah bukan karena aborsi namun karena masalah kesehatan lainnya. Maka kesempatan untuk hamil lagi 'terpotong' karena Anda lebih tua sekarang dan kesuburan mulai berkurang.
Masalah kejiwaan
Aborsi sering menjadi beban psikis bagi seorang perempuan, dan stres adalah musuh terburuk bagi perempuan yang ingin hamil. Kondisi ini benar-benar bisa mengurangi kesempatan seseorang untuk hamil lagi setelah melakukan aborsi. (boldsky.com)