Suara.com - Panasnya cuaca siang itu tak menyurutkan para jamaah dan peziarah mengunjungi Masjid Jami Al-Mukarromah, yang terletak di Kampung Bandan, Jalan Lodan Raya, Jakarta Utara.
Masjid yang lebih dikenal dengan nama Masjid Kramat Kampung Bandan ini memang memiliki daya tarik tersendiri bagi para peziarah.
Bagaimana tidak, masjid ini memiliki tiga makam yang dikramatkan. Yakni makam dari Habib Mohammad Bin Umar Alqudsi, Habib Ali Bin Abdurrahman Ba’alawi, dan Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri.
Menurut Habib Alwi Bin Ali Asy-Syathri, Ketua Masjid Jami Al-Mukarromah, makam-makam ini termasuk makam tertua yang ada di Jakarta, yang wafat kurang lebih 320 tahun yang lalu.
Habib Mohammad dimakamkan pada 1706, Habib Ali pada 1710, sementara Habib Abdurrahman dimakamkan 1908.
"Makam ini adalah makam para wali-wali Allah yang telah mensyiarkan Agama Islam sejak kurang lebih 400 tahun yang lalu," ujarnya kepada suara.com.
Masjid yang memiliki arti muliat atau yang dimuliakan ini, lanjut Habib Alwi, didirikan oleh Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri pada tahun 1879.
Awalnya, ia mendapat amanah dari Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas untuk menelusuri dua makam ulama besar yang ada di Batavia.
Habib Alwi kemudian diperintahkan untuk memeliharanya dan mendirikan tempat ibadah di dekat makam tersebut. Habib Abdurrahman sendiri kemudian meninggal 1908.
"Awalnya, beliau hanya membangun sebuah musholla, tempat untuk orang-oramg berziarah dan menunaikan salat wajib dan sunah," ceritanya.
Kemudian, karena adanya perkembangan penduduk yang semakin bertambah, pada tahun 1947, bangunan ini diperluas menjadi sebuah Masjid, yang bisa menampung banyak jamaah untuk beribadah dan para peziarah makam.
"Dan sejak saat itulah, nama Masjid Kramat Kampung Bandan, berganti menjadi Masjid Jami Al-Mukarromah," kata Habib Alwi.
Pohon Kurma dan Sumur Tua
Para peziarah, umumnya datang dari wilayah Jabodetabek. Namun, lanjutnya, saat hari libur tiba, tak jarang peziarah datang dari seluruh penjuru negeri, seperti Kalimantan, Sumatera hingga Sulawesi.
"Banyak juga yang datang dari mancanegara. Mereka ingin mengetahui sejarah makam tertua di Jakarta," ujarnya.
Biasanya, ketika malam jumat, peziarah sudah memenuhi Masjid dari sehabis magrib. Mereka menggelar zikir dan doa hingga subuh tiba. Sekitar 500 orang tiba di Masjid, dan harus bergantian untuk berziarah.
Selain makam, Masjid ini pun memiliki keunikan lain, yakni tumbuhnya tiga pohon kurma di area Masjid.
Habib Alwi menceritakan, pohon kurma yang telah tumbuh sekitar 30 tahun ini, tumbuh dengan sendirinya.
Pohon ini pun berbuah setiap tahunnya. Saat kurmanya masih muda, banyak orang yang mengambil, karena kurma muda ini dipercaya dapat bermanfaat untuk kesuburan bagi pasangan-pasangan yang sulit mendapatkan keturunan.
"Atas seizin Allah, hasilnya memang sudah terbukti. Dari tahun ke tahun, mereka yang berhasil, memberi tahu dari mulut ke mulut, mengajak keluarga dan kerabat, akhirnya yang datang bertambah. Jadi habis dengan sendirinya, belum sampai matang sudah habis," ujarnya.
Selain itu, air yang bersumber dari sumur tua yang dibuat oleh salah satu wali, dipercaya dapat menyembuhkan penyakit.
Saat musim kemarau tiba, air di sumur tetap berlimpah. Rasanya yang tawar pun membuat air ini dirasa memiliki kemiripan dengam air zam-zam.
Saat ini, sumur tersebut telah ditutup dan berada di bagian bawah, dalam masjid.
"Sumur sengaja tidak diperlihatkan. Kami tidak mau membahayakan keimanan para jamaah. Karena beberapa kali sempat ada yang berzikir di air itu," ujarnya.