Masjid Langgar Tinggi, "Warisan" yang Terlupakan di Jakarta

Rabu, 09 Juli 2014 | 01:18 WIB
Masjid Langgar Tinggi, "Warisan" yang Terlupakan di Jakarta
Masjid Langgar Tinggi di Pekojan, Jakarta Barat. [Suara.com/Dinda Rachmawati]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tak disangka jika Jakarta masih memiliki peninggalan masjid kuno nan unik seperti Masjid Langgar Tinggi. Masjid yang terletak di Jalan Pekojan, Jakarta Barat, ini pertama kali dibangun oleh seorang pedagang asal Yaman bernama Abu Bakar, pada tahun 1829. Dahulu, Abu Bakar membangun masjid ini di atas tanah wakaf dari Syarifah Mas'ad Barik Ba'alwi.

Masjid berarsitektur perpaduan antara Portugis, Arab dan Cina ini sendiri masuk sebagai warisan Kota Jakarta yang dilindungi.

Menurut Ahmad Assegaf, pengelola masjid generasi ketiga, dulunya Abu Bakar membuat bangunan ini sebagai langgar, yang dalam bahasa Melayu berarti surau atau musala. Saat ini, langgar tersebut dialihfungsikan sebagai masjid, namun masih tetap mempertahankan namanya sebagai langgar.

"Dahulu, kelompok orang-orang dari Yaman, sambil berdagang datang ke Indonesia, sambil berdakwah, dan membangun langgar," ujar Ahmad menjelaskan.

Dikatakan Ahmad, lokasinya yang berseberangan dengan Kali Angke, membuat tempat ini menjadi jalur perdagangan dan trasportasi utama di Kota Batavia pada saat itu.

Langgar ini sendiri dibangun dengan dua pintu masuk yang dihubungkan dengan tangga. Satu tangga menghadap ke Kali Angke, satu tangga lagi menghadap ke daratan.

"Karena dahulu para pedagang datang dari lautan. Mereka masuk langgar dari pintu yang menghadap ke Kali Angke," cerita Ahmad.

Seiring keadaan kali yang semakin keruh dan penduduk semakin padat, pintu masuk yang menghadap ke Kali Angke akhirnya ditutup.

Masjid ini memiliki dua lantai, dengan ukuran lantai dasar 8x24 meter. Lantai bagian bawah, dahulu dipakai sebagai tempat menginap para pedagang dan saudagar yang singgah ke langgar. Sedangkan lantai atas dipakai untuk beribadah. Namun saat ini, lantai bawah juga dipakai untuk tempat berdagang minyak wangi asal Timur Tengah oleh para penduduk setempat.

Untuk bulan Ramadan sendiri, menurut Ahmad, jamaah berdatangan dan memadati masjid biasanya mulai sore sehabis Ashar. Beberapa melakukan tadarus semalaman, selain juga salat tarawih berjamaah. Tak jarang pula, tempat ini dipakai oleh para jamaah atau organisasi Islam untuk buka puasa bersama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI