Suara.com - Di musim kemarau, Danau Sentarum itu hanyalah hamparan lahan yang sangat kering, dengan tanah retak. Namun saat musim hujan atau musim basah berubah menjadi hamparan banjir paling luas di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. Ribuan warga dari suku Dayak dan Melayu menggantungkan hidupnya pada danau seluas 80.000 hektar itu.
Danau Sentarum mungkin tak tak sepopuler danau lain di tanah air. Tapi danau yang hanya dipisahkan dengan sebuah bukit dengan Serawak (Malaysia) itu menyimpan keindahan, budaya dan riwayat masa lalu yang unik.
Seperti apa potret kehidupan di sekitar Danau Sentarum, yang berada sekitar 700 kilometer dari Pontianak ini dapat dinikmati dalam pameran foto bertajuk 'Perjalanan ke Tanah Leluhur Danau Sentarum' dipamerkan di Galeri "House of Sampoerna" (HoS) Surabaya, mulai Kamis 26 Juni hingga 8 Agustus mendatang.
"Foto-foto itu dibidik dalam dua musim, yakni musim kering pada Juni 2012 dan musim hujan pada Maret-April 2014," kata fotografer Atet Dwi Pramadia, Kamis (26/6/2014) di sela-sela persiapan pameran.
Atet merupakan salah satu dari sepuluh peserta workshop Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) Tahun 2012 yang memamerkan fotonya, di antaranya foto Danau Sentarum di musim kering dan hujan yang dibidik dari bukit yang merupakan pos pantau untuk petugas.
Selain Atet, fotografer muda lintas profesi yang memamerkan fotonya adalah Anastasia Widyaningsih, Bayu Amde Winata, Dhira Danny Widjaja, R Heru Hendarto, Idham Rahmanarto, Ramadian Bachtiar, Rangga Rinjani, Septiawan, dan Sumarno.
Dari lensa para fotografer muda ini, tersaji bagaimana masyarakat Dayak sedang memetik daun pandan di hutan untuk membuat tikar, masyarakat Dayak sedang mencari ikan dengan jaring, atau sedang berjoget poco-poco.
Di sudut lainnya, terbidik masyarakat Melayu sedang memainkan musik gambus, berjoget dangdut di pesta pernikahan, bergotong royong membangun pondasi rumah dari kayu, mencari ikan dengan jebakan, dan mengambil madu organik dari hutan bakau.
Kurator GFJA Oscar Motuloh menjelaskan foto-foto ini hasil jepretan para fotografer muda, yang sebelumnya mengikuti workshop foto selama 3-4 hari. Lalu mereka diminta menggarap sebuah proyek yang mereka tentukan sendiri.
"Akhirnya, mereka sepakat ke Danau Sentarum dengan dana sendiri. Mereka datang sendiri melalui perjalanan darat selama 14 jam, karena jaraknya berkisar 700 kilometer dari Pontianak. Tapi, mereka hanya memotret Sentarum saat kemarau, lalu saya minta dilengkapi dengan Sentarum pada saat musim basah," katanya.