Suara.com - Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak laki-laki sebenarnya menyimpan mimpi menjadi ayah yang baik. Mereka masih tidak dapat dilihat sebagai melanggar "aturan lelaki" yakni sebagai pencari nafkah, sedangkan tugas sebagai orang tua adalah tugas
sekunder mereka.
Hingga saat ini, keterlibatan ayah sebagai orang tua terlalu dirayakan sebagai melakukan sesuatu yang luar biasa. Sehingga ketika laki-laki lebih aktif mengasuh anaknya, langsung saja mereka dijuluki sebagai 'superdad'.
Sepertinya ada dinding yang membatasi laki-laki untuk lebih terlibat sebagai ayah yang baik. Ini sudah tak masuk akal, berperan menjadi ayah seharusnya dipertimbangkan sebagai hal yang normal.
Mengapa tidak lebih banyak orang menyadari hal ini? Sebagai anggota masyarakat, kita tidak cukup membahas tentang tantangan keseimbangan kerja dan keluarga yang dihadapi seorang laki-laki. "Kita gagal mengenali bahwa begitu banyak ayah yang berjalan sendiri untuk berhasil baik dalam karir maupun keluarga mereka," ujar Daniel Murphy, seorang pemain softball profesional yang secara terbuka mengumumkan peran aktifnya sebagai seorang ayah. Menurut Murphy sedikit dukungan dari perusahaan dan masyarakat akan menyenangkan.
Menurut Murphy, saat ini masih sangat sedikit perusahaan yang menawarkan paternitas atau bentuk lain dari program fleksibilitas pekerjaan-keluarga bagi laki-laki. Bahkan ketika perusahaan menawarkan kebijakan-kebijakan ini, sebagian besar ayah khawatir dengan konsekuensinya bagi karir mereka.
Pada kenyataannya, sekitar 75 persen ayah dari kelompok pekerja kerah putih yang mengambil libur selama seminggu ketika anak-anak mereka lahir. Sedangkan pekerja harian, hanya bisa bermimpi mendapat libur yang lebih panjang. Kegagalan untuk mendukung peran lebih besar menjadi ayah tak hanya melukai si ayah. Tetapi juga merugikan anak-anak, yang kehilangan semua manfaat keterlibatan ayah dalam pertumbuhan mereka.
Jadi, setelah semua perjuangan untuk kesetaraan perempuan di tempat kerja, kini saatnya juga mendukung kesetaraan ayah sebagai orang tua. Laki-laki tidak perlu malu lagi untuk lebih berperan atau menghabiskan waktu dengan keluarga mereka. "Tetapi ini berarti semua harus bekerja sama untuk menciptakan budaya yang melihat hal ini sebagai hal yang benar-benar normal," tambah Murphy.
Jadi keseimbangan antara karier-keluarga seharusnya bukan hanya masalah bagi perempuan, bukan juga masalah bagi lelaki, tetapi ini masalah yang mempengaruhi sebuah keluarga secara keseluruhan. Maka saatnya kita mulai berbicara lebih banyak tentang hal itu. (askmen.com)