Suara.com - Merajah tubuh sudah lama menjadi tradisi suku Dayak di Pulau Kalimantan. Tapi bagi mereka rajah atau tato bukan sekedar hiasan, tetapi memiliki arti tertentu dan menjadi simbol sesuatu.
Ratusan suku Dayak di Kalimantan memiliki aturan dan motif yang berbeda, tapi tujuan pembuatan rajah secara garis besar memiliki makna yang sama, yakni secara religi berfungsi sebagai 'obor' yang akan menuntun seseorang dalam perjalanan menuju alam keabadian, setelah kematian. Orang Dayak percaya makin banyak rajah yang terdapat di tubuh seseorang maka semakin teranglah jalan menuju alam keabadian itu. Namun demikian ada juga suku Dayak yang tak memiliki tradisi rajah sama sekali.
Dalam kehidupan sehari-hari, rajah antara lain melambangkan status seseorang. Rajah untuk seorang bangsawan, orang bebas atau bangsawan yang telah ditaklukkan akan berbeda baik motif maupun letaknya.
Rajah juga menandakan seseorang sudah menikah atau belum. "Untuk suku tertentu, perempuan yang sudah datang bulan hanya boleh merajah tubuhnya hingga jari tangan, yang sudah menikah hingga pergelangan tangan. Sedangkan untuk perempuan bangsawan bisa hingga ke siku," terang Yos Ibau Li, seorang pemuka Suku Dayak Kayaan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Selain itu, rajah juga melambangkan kehebatan atau pengalaman tertentu. Bagi Dayak Kenyah dan Dayak Kayaan misalnya, banyaknya tato yang ada di tubuh mereka berbanding lurus dengan seberapa jauh dan seberapa sering mereka mengembara.
Dengan begitu luas maknanya, maka seorang suku Dayak tidak bisa sembarangan membuat rajah di tubuhnya. Ada aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi, baik pilihan motif maupun penempatan rajah di tubuh. Dan setiap suku memiliki aturan yang berbeda.
Di kalangan suku Kayaan misalnya, rajah lebih banyak untuk kaum perempuan. Motif rajah pada perempuan suku Kayaan lebih bersifat religius. Sementara di suku Dayak Kenyah, pembuatan tato pada perempuan dimulai setelah haid pertama. Untuk pembuatan tato bagi perempuan, dilakukan dengan upacara adat di sebuah rumah khusus. Selama pembuatan tato, semua pria tidak boleh keluar rumah. Selain itu seluruh keluarga juga diwajibkan menjalani berbagai pantangan untuk menghindari bencana baik bagi bagi perempuan yang sedang ditato maupun keluarganya.
Adapun bagi Dayak Iban, rajah lebih banyak ditujukan untuk kaum laki-laki. Kepala suku beserta keturunanya ditato dengan motif sesuatu yang hidup di angkasa. Selain motifnya terpilih, cara pengerjaan tato untuk kaum bangsawan biasanya lebih halus dan sangat detail dibandingkan tato untuk golongan menengah (panyen).
Selain itu, juga ada motif tertentu yang berkaitan dengan tradisi mengayau (memenggal kepala) dalam satu peperangan. Tapi motif-motif ini makin jarang digunakan, karena kebiasaan mengayau ini sudah makin ditinggalkan.