Suara.com - Jalan-jalan ke museum siapa bilang membosankan?
Untuk mengisi libur akhir pekan ini saya memilih museum sebagai destinasi wisata.
Selain murah, museum adalah tempat yang kaya akan sejarah, pengetahuan dan informasi.
Dari sekian banyak Museum di Jakarta, saya menjatuhkan pilihan untuk pergi ke Museum Tekstil Jakarta yang terletak di Jalan K.S Tubun No. 2-4, Jakarta Barat.
Saat memasuki loket, saya hanya perlu membayar Rp5000. Sedangkan untuk mahasiswa atau pelajar, dikenakan harga tiket masuk Rp3000, sementara anak-anak hanya Rp2000.
Ketika memasuki ruangan Museum Tekstil, saya langsung melihat pameran berbagai macam kain dari seluruh nusantara. Ruangan ini diberi nama ruang display.
Di ruangan ini saya benar-benar dapat melihat koleksi kain secara lebih dekat.
Ada kain bernama Pua Kumbu asli Kalimantan Barat. Kain ini berjenis ikat lungsi dan tenun sederhana yang berbahan katun. Pua berarti wastra dan kumbu berarti ikat.
Kain ini seperti selimut berukuran besar yang digunakan untuk berbagai keperluan upacara. Di antaranya sebagai hiasan upacara, perintang untuk melindungi tempat upacara, dan selimut anak pada upacara ganti nama dan lainnya.
Kain ini sendiri bermotif geometris yang ragam hias utamanya adalah buaya, sebagai simbol kesuburan.
Ada pula motif yang sudah sering saya lihat jika plesiran ke Bali. Namun ternyata kain ini berasal dari Lombok Nusa Tenggara Barat yang disebut Tapo Subhanale.
Di Lombok, kain ini dipakai sebagai busana untuk perempuan, kain sarung, dodot bagi laki-laki dalam upacara adat.
Selain kedua kain tersebut, ada pula selendang pelangi khas Bali, tapis kaco khas Lampung, Ulos sadum khas Tapanuli, tutup cerano khas Sumatera Barat, dan masih banyak lagi.
Menurut informasi yang saya dapatkan, koleksi di museum ini memiliki jumlah 2350, yang terdiri dari 886 kain batik, 819 kain tenun, 425 campuran, 70 peralatan, 150 busana dan tekstil kontemporer.
Jadi, di museum dengan gaya arsitektur Art Craft ini, kita tak hanya melihat kain khas nusantara, tetapi busana dan perlengkapan khas yang dipakai untuk upacara adat.
Saat saya ke sini, sayangnya beberapa tempat seperti ruang pengenalan wastra, pelatihan workshop dan galeri batik sedang tidak di buka.
Melihat suasana yang sepi dan jarang pengunjung, saya merasa sangat miris. Sekalipun ada yang berkunjung kebanyakan justru wisatawan luar negeri. Sedikit sekali saya melihat wisawatan dari dalam negeri.
Padahal, di tempat ini seharusnya kita benar-benar dapat menggali informasi, mengenal berbagai macam kain dan busana khas nusantara, agar negara lain tidak mengakui sebagai warisan dari bangsanya.
Hanum, pengunjung yang saya temui mengatakan bahwa museum ini sebenarnya menarik untuk dikunjungi. Hanya saja ada beberapa yang perlu diperbaiki agar terlihat lebih menarik.
"Mungkin bisa dibuat lebih menarik lagi untuk generasi muda biar banyak yang datang ke sini. Koleksinya juga bisa di tambah sama pihak museum," ujarnya.
Sepulangnya dari sana, saya benar-benar merasa bangga. Begitu kayanya bangsa ini dengan kerajinan seni dan adat istiadatnya.
Museum Tekstil ini buka dari Selasa sampai Minggu pukul 09.00 - 15.00 WIB.