Suara.com - Saat membahas soal cinta, Pemerintah Korea Utara mencoba memonopoli dengan "cinta untuk kawan-kawan revolusioner". Tapi ternyata banyak orang Korea Selatan menolaknya. Pyongyang mungkin berhasil menyingkirkan hak warganya, tapi tak bisa mencegah mereka jatuh cinta.
Ketika perbatasan mulai sedikit terbuka dan budaya Barat mulai masuk, kaum muda Korea Utara tidak lagi terjebak pada norma ultra-konservatif dan mulai mengenal kencan. Pyongyang tentu tidak terlalu senang dengan kondisi ini. Tapi tentu bukan itu pertanyaannya, tetapi bagaimana orang Korea Utara menemukan pasangan?
Tergantung pada usia saat mulai mencarinya. Mereka yang masih duduk di bangku SMA biasanya akan bertemu secara sembunyi-sembunyi saat hari mulai gelap. Siswa SMA memang tidak diijinkan untuk bebas tinggal di tempat terbuka, jadi tak ada pilihan selain melihat satu sama lain secara tersembunyi di balik pohon-pohon atau di basemen blok apartemen saat hari mulai larut. Pesta ulang tahun juga menjadi kesempatan kaum muda Korut untuk saling bertemu.
Setelah lulus SMA, situasi menjadi sedikit bebas. Pada tahap ini , pasangan kekasih bisa lebih lama dan bisa lebih terbuka untuk bersama-sama. Taman dan bangku-bangku di lapangan Kim Il -sung menjadi pilihan mereka.
Mereka yang belum memiliki pasangan, akan memanfaatkan klub sosial yang diselenggarakan untuk umum dan generasi muda. Biasanya acara ini digelar pada hari libur. Pertemuan klub besar dan pesta dansa berlangsung di berbagai tempat, termasuk lapangan Kim Il -sung. Akan banyak remaja putra dan putri yang memanfaatkan momen ini.
Ketika seorang laki-laki melihat gadis yang ia sukai, ia akan meminta si gadis untuk berdansa bersama. Jika semua berjalan lancar dia tidak akan lupa untuk meminta nomor teleponnya atau tempat kerja. Jika si gadis juga menyukainya maka dia tak akan keberatan memberikan nomor teleponnya .
Namun, ada masalah besar yang dihadapi laki-laki Korea Utara yakni dinas militer yang bisa berlangsung hingga 10 tahun. Selama periode ini mereka hampir tidak memiliki kesempatan untuk bertemu perempuan. Jadi, setelah masa dinas militer ini budaya perkenalan muncul. Kadang, kerabat mengatur perkenalan untuk anak laki-laki mereka. Dan ketika seorang Korea Utara bertemu seseorang di kencan buta, mereka harus menganggapnya serius. Jadi setelah dinas militer, banyak laki-laki Korut yang menikahi perempuan lebih tua yang dijodohkan dengannya.
Tapi mengamati realitas masyarakat Korea Utara, orang-orang bercerita tentang kehidupan sehari-hari seperti di seluruh dunia. Mereka jatuh cinta, menikah, memiliki anak, tetap menghormati orang tua dan menjadi bagian dari sebuah masyarakat.
Jendela untuk melihat Korea Utara memang sangat kecil dan terbatas. Tapi gaya hidup warganya tidak jauh berbeda, kecuali mereka tidak merasakan kebebasan. (The Guardian)