Suara.com - Sebuah studi terkini menunjukkan bahwa perempuan dengan indeks massa tubuh (BMI) lebih tinggi sebelum atau pada masa awal kehamilan memiliki risiko terhadap kematian janin dan kematian bayi.
"Risikonya menjadi lebih tinggi terhadap perempuan yang obesitas," kata laporan para peneliti Inggris seperti dilansir xinhuanet.com.
Menurut mereka, ada sekitar 2,7 juta bayi meninggal dunia saat lahir pada 2008, dan sekitar 3,6 juta bayi meninggal dalam 28 hari pertama kehidupan setiap tahun.
BMI itu sendiri adalah ukuran lemak tubuh berdasarkan berat dan tinggi badan. Ukuran BMI antara 19 dan 24 dianggap normal dan sehat. Sementara BMI antara 25 dan 29 adalah kelebihan berat badan, dan BMI lebih dari 30 dianggap obesitas. Namun sayangnya, kehamilan optimal BMI untuk mencegah kematian janin dan bayi belum ditetapkan.
Dagfinn Aune dari Imperial College London dan rekannya melakukan kajian untuk meneliti hubungan antara BMI ibu dan risiko kematian janin, bayi lahir mati, dan kematian bayi.
Setelah pencarian literatur medis, para peneliti mengidentifikasi 38 studi yang melibatkan lebih dari 10.147 kematian janin, lebih dari 16.274 bayi lahir dan meninggal dunia, lebih dari 4.311 kematian perinatal, 11, 294 kematian neonatal, dan 4.983 kematian bayi setelah beberapa bulan dilahirkan.
Risiko terbesar yang diamati adalah kategori perempuan yang sangat gemuk. Dengan BMI 40, perempuan mengalami peningkatan dua hingga tiga kali lipat terhadap risiko di atas dibandingkan dengan perempuan dengan BMI 20.
Para peneliti mengatakan kondisi yang berkaitan dengan kelebihan berat badan dan obesitas, termasuk preeklamsia, diabetes gestational, diabetes tipe 2, hipertensi gestasional dan anomali kongenital, mungkin menjadi penyebab peningkatan risiko kematian janin dan bayi.
"Perempuan yang merencanakan kehamilan harus mengetahui temuan ini dan menjadikannya pertimbangan untuk mengurangi beban kematian janin, bayi meninggal dunia saat dilahirkan, dan kematian bayi setelah beberapa bulan dilahirkan," kata para peneliti.