Suara.com - Rumah besar di Kawasan Pondok Indah, Selasa (1/4/2014) siang itu terlihat ramai. Sekitar 20 perempuan yang rata-rata berusia di atas 50 tahun itu tampak asyik menarikan sejumlah gerakan. Irama yang mengiringinya berganti-ganti, kadang rancak musik Minang tapi tak lama kemudian berganti Ca-ca-ca. Perempuan-perempuanĀ ini sedang berlatih line dance.
Line dance? Mungkin istilah ini masih asing di telinga banyak orang. Bisa dibilang line dance, adalah olahraga dengan sentuhan koreografi gerakan tari. Line dance mulai dikenal di Amerika pada tahun 1800-an. Di mana para penarinya menari bersama dalam bentuk barisan dengan diiringi musik country.
Tapi belakangan, line dance berevolusi dan tidak hanya memakai lagu-lagu country saja. Hampir semua jenis musik bisa dikombinasikan dengan gerakan line dance. Gerakannya juga makin beragam dan mengombinasikan berbagai gerakan dansa.
Line dance diperkenalkan di Indonesia pada 2008, oleh The Universal Line Dance (d'ULD). Indonesia yang kaya dengan tarian tradisional sangat mendukung pengembangan line dance.
"Kita memiliki banyak tarian dan lagu tradisional, sehingga banyak gerakan line dance yang dikombinasikan dengan lagu-lagu Indonesia. Bahkan lagu-lagu daerah, seperti lagu Ondel-ondel dari Betawi atau Taktontong dari Sumatera Barat sangat cocok untuk line dance" ujar Mia Sutanto, Ketua The Universal Line Dance DKI Jakarta.
Itu sebabnya Indonesia hampir selalu meraih juara dalam kompetisi internasional. Dan pada kompetisi Asia Pacific Dance Explotion di Kuala Lumpur yang akan digelar pada Agustus 2014 nanti, Mia yakin Indonesia akan kembali menangguk sukses.
Mia mengatakan, line dance bukan sekedar olahraga biasa, tetapi sarat dengan unsur seni. Namun ia menyayangkan masih sedikit generasi muda yang tertarik pada line dance. Saat ini peminat line dance lebih didominasi mereka yang berusia di atas 50 tahun.
"Saya sedang membidik mereka yang berusia kurang dari 30 tahun, tapi hasilnya belum terlalu menggembirakan," ujarnya. Mia mengakui line dance memang sangat bagus untuk mereka yang berusia lanjut. Gerakannya tak seberat olah raga lain tetapi tetap membantu mencegah osteoporosis.
Selain itu gerakan yang beragam juga membantu para 'manula' melawan kepikunan. "Mereka dipaksa mengingat ratusan gerakan dan menyesuaikan dengan musik yang mengiringinya," ujarnya.