Saatnya Tinggalkan Suntik Botox?

Esti Utami Suara.Com
Senin, 31 Maret 2014 | 11:11 WIB
Saatnya Tinggalkan Suntik Botox?
Ilustrasi suntik botox (Foto: shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada 12 Maret lalu, genap 12 tahun penggunaan Botulinum alias botox untuk kecantikan.  Kita mengenal botox sebagai zat yang bisa menghilangkan keriput.  Kita juga telah banyak membaca bagaimana perempuan memiliki wajah batu atau bibirnya membengkak karena operasi yang salah. Tapi substansi sebenarnya,  perlukah kita melakukannya kian memudar.

Ya selama orang masih diliputi kekhawatiran yang terlalu besar akan penampilan mereka, maka prosedur macam suntik botox akan tetap jadi pilihan. Maka perdebatan bergeser pada tiga isu, yakni keamanan, iklan dan uang yang beredar!  Bagaimana keamanan perempuan yang menjalani suntik botox, bagaimana melindungi mereka dari penggunaan zat yang tak terjamin keamanannya dan bukan oleh ahlinya.

Sudah bukan rahasia lagi, uang yang beredar di industri ini terus membengkak dan pada 2018 diperkirakan akan mencapai 2,9 miliar dolar atau lebih dari Rp 30 triliun.  Dan suntik botox dipilih karena lebih murah dan lebih mudah diakses.  Demam selfie  membuat suntik botox menjadi makin fenomenal.

Beberapa waktu lalu, sejumlah kalangan kembali mengulik sisi negatif suntik botox. Mungkin bisa dipahami, jika suntik botox dilakukan oleh perempuan yang usianya mulai beranjak tua. Tapi ketika itu dilakukan oleh perempuan di awal 20 tahunan mungkin banyak orang akan mengerutkan keningnya. Bisa jadi karena perempuan itu terlalu mengikuti trend. "Tapi ingat, bisa jadi saat ini memang sedang trend dahi licin seperti disetrika. Tapi bisa saja tahun depan trend itu berubah," tulis Eva Wiseman seperti dikutip The Guardian.  Seorang ahli bedah mengatakan, idealnya suntik botox dilakukan pada perempuan berusia 36tahun ke atas.

Pertanyaan mendasar, 'Mengapa orang melakukannya' kini makin terpinggir. Mungkin bagi sebagian orang, menilai terlalu kuno untuk menanamkan nilai untuk menerima tubuh mereka apa adanya ketimbang melakukan berbagai hal untuk meningkatkan penampilan mereka.  Jadi dengan makin berkembangnya suntik botox, sepertinya kita perlu menciptakan ruang agar popularitas botox tidak terus tumbuh.  Saat botox sudah berumur 15-20tahun, mungkin kita layak menertawakan gagasan yang menganggap normal membayar racun untuk disuntikkan ke wajah hanya demi membuat seseorang bukan dirinya lagi.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk itu  yakni menanamkan pemahaman menjadi tua adalah wajar. Media juga bisa menampilkan beragam wajah. "Feminisme ke kurikulum sekolah.  Kita bisa bekerja untuk menghindari mewariskan kecemasan atas tubuh kita pada anak-anak," tulis Eva. (Sumber: The Guardian)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI