Alasan Manolo Blahnik Tak Menyukai Sepatu Platform

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 26 Maret 2014 | 11:37 WIB
Alasan Manolo Blahnik Tak Menyukai Sepatu Platform
Ilustrasi (Foto: shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - "Saya ada untuk stiletto. Sepatu platform (bersol tebal, red) sangat buruk, sangat tak bagus untuk siluet dan membuat kaki terindah sekalipun kelihatan sangat buruk." Itulah penegasan Manolo Blahnik. Nama ini tentu tak asing di telinga para fasionista. Manolo Blahnik, adalah merek paten untuk stiletto atau sepatu berhak runcing yang sangat digemari perempuan urban.

Pencinta sepatu platform tentu sulit mengerti alasan ini. Karena sepatu platform bagi banyak perempuan, tidaklah terlalu buruk. Tapi tunggu dulu, perancang yang dipercaya menangani busana yang dikenakan artis yang berakting di film seri 'Sex and the City' ini, masih punya komentar lain tentang sepatu platform.

Sepatu platform, ujarnya, hanya akan berguna jika dikenakan dengan gaun panjang, sehingga orang lain tak bisa melihatnya. Wah-wah, sebegitu tak sukanya pria 71 tahun ini pada sepatu platform.

Yang pasti, selain keindahan, Manolo Blahnik juga sangat memperhatikan kenyamanan perempuan yang memilih karyanya. "Saya selalu mencoba desain saya di 'pabrik' untuk memastikan mereka (pemakainya) merasa nyaman. Tapi sayang, saya tidak bisa lagi melakukan itu," ujarnya.

Manolo Blahnik yang dilahirkan di Santa Cruz de la Palma, Spanyol pada 1942, langsung mendominasi desain sepatu dunia sejak ia memulai bisnis ini  di London, Inggris awal tahun 1970an. Blahnik sangat memperhatikan detil. Ia menangani sendiri desain sepatu yang menggunakan namanya sebagai merek. Ia membuat sketsa, membuat pola dan cetakannya, dan mengawasi langsung pembuatan semua sepatu karyanya. Hasilnya, Manolo Blahnik identik dengan keindahan.

Merek sepatu ini, makin mendunia lewat serial 'Sex and the City'. Banyak perempuan yang bermimpi menyimpan sepasang Manolo Blahnik di lemari mereka, walaupun untuk itu mereka minimal harus merogoh 500 dolar atau lebih dari Rp 5 juta dari kantungnya.  Tapi rasanya, harga ini layak untuk sebuah karya dari salah seorang yang memiliki selera terbaik di dunia. ( Sumber: The Guardian/designmuseum.org)

REKOMENDASI

TERKINI