Seperti Apa ya Buku Audio 'Ronggeng Dukuh Paruk'?

Ardi Mandiri Suara.Com
Jum'at, 07 Maret 2014 | 23:00 WIB
Seperti Apa ya Buku Audio 'Ronggeng Dukuh Paruk'?
Budayawan Butet Kertaradjasa dalam peluncuran Novel Ronggeng Dukuh Paruk. (Suara.com/ Dinda)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Trilogi 'Ronggeng Dukuh Paruk'  karya Ahmad Tohari menjadi buku audio pertama berbahasa Indonesia. Buku audio ini diluncurkan di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Jumat (7/3/2014). 

Hadir dalam peluncuran ini budayawan Butet Kertaradjasa, yang juga bertindak sebagai pengisi suara, Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, dan Hristina Nikolic Murti dari lembaga Digital Archipelago.

Total  buku audio dari trilogi 'Catatan Buat Emak', 'Jantera Bianglala', dan 'Lintang Kemukus Dini Hari' memiliki durasi  23 jam. "Buku suara ini  diproduksi Digital Archipelago, yang juga menerbitkan buku audio dari berbagai karya sastra klasik dunia.  Disutradarai Dr Sugiyono, ilustrasi dibuat Widiyatno, aransemen musiknya Darmo Kartiwi," jelas Ahmad Tohari saat ditemui di Auditorium Galeri Indonesia Kaya.

Ia mengatakan Novel Ronggeng Dukuh Paruk yang mulai dicetak pada 1981, menceritakan kisah Srintil seorang penari ronggeng muda, dan Rasus temannya sejak kecil yang berprofesi sebagai tentara.

"Saya berterimakasih novelnya dikonversi menjadi buku audio pertama berbahasa Indonesia," imbuh Tohari.

Konversi ini, menurutnya, membuat novel itu menjadi lebih hidup.

"Saat membaca novelnya, mungkin emosi yang dibangun tak sehidup saat mendengarkan kisah yang dinarasikan Mas Butet," ujarnya.

Sedangkan Butet yang tampil membawakan dua bagian dari buku audio ini mengungkapkan rasa bangganya dengan peluncuran buku audio ini.

"Saya senang novel ini dijadikan buku audio yang mudah diunduh melalui digital, sehingga pesan di dalamnya dapat ditangkap oleh masyarakat, terutama generasi muda saat ini," ujar Butet.

Ia menambahkan sastra Indonesia kerap dipandang sebelah mata. Padahal lewat novel, banyak sejarah penting yang tidak dapat didokumentasikan secara visual, tapi mampu dideskripsikan dengan baik dalam rangkaian kata-kata. Dengan membuat buku audio, lanjut Tohari, diharapkan akan menumbuhkan minat generasi muda untuk melirik karya sastra dalam negeri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI