Studi: Pola Makan Kian Seragam, Keamanan Pangan Terancam

admin Suara.Com
Selasa, 04 Maret 2014 | 21:05 WIB
Studi: Pola Makan Kian Seragam, Keamanan Pangan Terancam
Ilustrasi makan di ruang terbuka. (sumber: Visualphotos).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pola makan dan pilihan yang kian seragam di seluruh dunia telah mengancam keamanan pangan. Banyak orang yang sudah melupakan makanan tradisional seperti singkong dan sorgum, beralih ke gandum, padi, kedelai, dan minyak bunga matahari.

Studi yang diklaim sebagai yang pertama di dunia dalam meneliti keragaman pangan sejak 1960 itu, menggelar penelitian di lebih dari 150 negara. Mereka menemukan pergeseran besar-besaran dalam pola makan yang semakin seragam di seluruh dunia.

Masyarakat kepulauan Pasifik misalnya yang kian jarang mengonsumsi kelapa sebagai sumber utama lemak dan orang-orang Asia Tenggara yang memeroleh lebih sedikit kalori dari beras.

"Semakin banyak orang mengonsumsi kalori, protein, serta lemak dan mereka semakin bergantung pada jenis pangan yang itu-itu saja...termasuk pada daging dan produk protein berbasis susu," kata Colin Khoury, pemimpin penelitian dari International Center for Tropical Agriculture, Kolombia.

Makanan yang kini menjadi pilihan utama hampir seluruh masyarakat dunia justru sering dihubungkan dengan risiko penyakit jantung, kanker, dan diabetes. Bergantung pada makanan tertentu saja juga meningkatkan kerentanan pada penyakit yang berhubungan dengan perubahan iklim.

Secara keseluruhan, dalam 50 tahun terakhir pilihan pangan manusia di dunia 36 persen lebih seragam. Itu terlihat dari pergeseran konsumsi lebih dari 50 jenis pangan yang menjadi sumber kalori dan protein.

Penelitian itu sendiri melibatkan Global Crop Diversity Trust, Wageningen University Belanda dan University of British Columbia, Kanada.

Kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak kelapa sawit kini menjadi standar makanan global, sama seperti gandum, beras, kentang, dan jagung.

Penelitian itu juga menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang akan disusul oleh meningkatnya konsumsi daging dan minuman yang mengadung gula, yang sebelumnya lazim di negara-negara Barat.

"Ada peningkatan penderita obesitas dan penyakit jantung...mulai dari Nigeria hingga Cina," jelas Khoury. (Sumber: Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI