Suara.com - Mempertahankan kemesraan bagi pasangan suami istri yang tinggal terpisah, bukan hal gampang. Ini yang dirasakan Rina yang masih berusia awal 20. Awalnya ia tak ambil pusing dengan frekuensi hubungan seks yang dilakoninya bersama suami.
Ia dan suaminya bertemu dua atau tiga minggu sekali. Dalam setiap pertemuan itu, mereka melakukan hubungan intim dua atau tiga kali. Selebihnya Rina sibuk dengan urusan pekerjaannya, di samping urusan rumah tangga tentunya.
Masalah muncul, ketika sang suami mengeluhkan frekuensi hubungan seks yang mereka lakoni. Rina pun mulai mencari jawab atas masalah ini.
Pamela Stephenson Connolly, ahli psikoterapis dari Inggris mengatakan stress dan kelelahan sering menjadi penyebab utama turunnya keinginan perempuan untuk melakukan hubungan suami istri. Tetapi, bagaimanapun kehangatan hubungan jarak jauh harus tetap dijaga. Bagaimana menyeimbangkan keduanya, menjadi tantangan bagi suami istri yang tinggal terpisah.
Setiap orang punya pandangan berbeda, tentang idealnya frekuensi hubungan seks. Dan pandangan itu bisa berubah sesuai perjalanan waktu. Banyak yang percaya kualitas lebih penting. Sebagian yang lain hanya butuh merasakan nafsu dan segera menyalurkanya, kapanpun rasa itu datang menghampiri. Ini tak hanya berlaku bagi laki-laki, tapi juga kaum hawa.
Tapi apapun pandangan itu, satu hal yang harus diperhatikan, adalah saling mendengarkan apa yang diinginkan pasangan. Sehingga, masalah ini dapat diselesaikan bersama. Perlu dibangun komunikasi yang lebih baik. Juga kemampuan untuk menegosiasikan ‘untuk saling memberi dan menerima’ hingga tercapai ‘kontrak’ yang adil. Akhirnya dengan tercapainya kesepakatan tentang frekuensi hubungan sex yang ideal, hubungan suami-istri pun makin mesra. (The Guardian)